
Gunung Lewotobi Laki-laki kembali meletus.
LABUAN BAJO, BERITALINGKUNGAN.COM – Di tengah lanskap dramatis Flores Timur yang dibentuk oleh waktu dan magma, sebuah letusan kembali jadi pengingat bahwa Bumi adalah makhluk hidup yang terus bernapas.
Pada Senin malam, 14 April 2025, Gunung Lewotobi Laki-laki – sang penjaga sunyi dari gugusan vulkanik Nusa Tenggara Timur – meletus, menghembuskan abu kelabu setinggi 500 meter ke angkasa.
“Terjadi erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki, pada 14 April 2025 pukul 21.27 WITA dengan tinggi kolom abu teramati kurang lebih 500 di atas puncak atau kurang lebih 2.084 meter di atas permukaan laut,” kata Petugas Pos Pengamatan Gunung Api (PGA) Gunung Lewotobi Laki-laki Herman Yosef Mboro dalam laporan tertulis yang diterima di Labuan Bajo seperti dikutip Beritalingkungan.com dari Antara (15/4/2025).
Letusan ini bukan sekadar semburan debu dari perut bumi. Di Pos Pengamatan Gunung Api (PGA), Herman Yosef Mboro, mata dan telinga manusia terhadap gunung, mencatat kolom abu tebal itu condong ke arah utara dan timur laut, memudar di antara langit malam. Suara gemuruhnya terekam di seismogram, menggetarkan alat dengan amplitudo 14,8 mm, berdurasi hampir satu menit. Namun bagi warga yang tinggal di sekitarnya, getar itu lebih dari angka: ia adalah panggilan untuk bersiaga.
Gunung Lewotobi Laki-laki, berdiri tegak setinggi 1.584 meter di atas permukaan laut, telah menunjukkan peningkatan aktivitas sejak Senin pagi. Dalam enam jam pengamatan pertama hari itu saja, tercatat lima kali erupsi, dengan lontaran abu setinggi 300 hingga 1.500 meter. Statusnya kini berada pada Level III atau Siaga – sinyal jelas bahwa alam tengah bergerak.
Dari pos pengamatan hingga lereng yang ditumbuhi ilalang, dan desa-desa yang berakar dalam budaya lokal, kewaspadaan kini menjadi denyut kehidupan. Radius enam kilometer dari kawah utama ditetapkan sebagai zona terlarang. Aktivitas warga – bertani, menggembala, berziarah ke puncak – sementara dihentikan.
Namun bukan hanya api yang menjadi ancaman. Di musim hujan tropis seperti ini, banjir lahar dingin mengintai. Jalur sungai yang berhulu di kawah, seperti yang mengalir menuju Desa Dulipali, Nobo, Nurabelen, dan Hokeng Jaya, bisa berubah menjadi sungai lumpur panas yang menghanyutkan apa saja di jalurnya. Di sinilah, alam dan air bisa bekerja sama dalam bentuk yang menakutkan.
Bagi masyarakat sekitar, pesan peringatan bukan sekadar suara sirine atau larangan pemerintah. Itu adalah bagian dari siklus hidup yang mereka warisi – hidup berdampingan dengan gunung, memahami isyaratnya, dan tahu kapan saatnya mundur. Kali ini, warga diminta tetap tenang, mengenakan masker untuk menghindari bahaya abu vulkanik, dan selalu mengikuti arahan otoritas.
Lewotobi Laki-laki mungkin tengah bersuara, namun ia bukan musuh. Ia adalah saksi waktu, pengingat akan kekuatan alam yang mendidik sekaligus menantang. Dari abu yang beterbangan dan tanah yang terguncang, kehidupan akan terus tumbuh – seperti biasa di Nusantara, di mana manusia dan gunung telah lama hidup dalam dialog yang sunyi namun sakral.