Pencemaran air yang disebabkan aktivitas pertambangan batu baru di Kalimantan Selatan. Foto : Yudhi Mahatma/Greenpeace. |
JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM- Kelompok pembela lingkungan Greenpeace kembali berhasil mengungkap kasus pencemaran lingkungan yang disebabkan aktivitas pertambangan batu bara di Kalimantan Selatan.
Dalam laporan yang dirilis hari ini berjudul “Terungkap: Tambang Batubara Meracuni Air di Kalimantan Selatan” terungkap betapa aktivitas pertambangan batu bara yang luas di Provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia, telah merusak sumber air, membahayakan kesehatan dan masa depan masyarakat setempat.
Laporan tersebut merupakan hasil investigasi lapangan Greenpeace selama kurang lebih enam bulan ini juga menyajikan bukti kuat betapa perusahaan-perusahaan tambang batubara itu telah menggelontorkan limbah berbahaya ke dalam sungai dan sumber-sumber air masyarakat, melanggar standar nasional untuk pembuangan limbah di pertambangan.
“Ini masalah serius yang harus segera diatasi. Sepertiga wilayah Kalimantan Selatan telah menjadi wilayah tambang batubara. Badan Lingkungan Hidup setempat telah gagal menghentikan atau mencegah pelanggaran. Karena jumlah pertambangan batubara sangat banyak, hampir setengah dari jumlah sungai di Kalimantan Selatan berisiko terpapar dampak pencemaran air dari pertambangan,” tegas Arif Fiyanto, Jurukampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara melalui keterangan tertulisnya yang diterima redaksi Beritalingkungan.com.
Dalam laporan ini tercatat, dua puluh dua dari dua puluh sembilan sample yang diambil oleh Greenpeace dari kolam penampungan limbah dan lubang-lubang bekas tambang dari lima konsesi pertambangan batubara di Kalimantan Selatan ditemukan memiliki derajat keasaman (pH) yang sangat rendah, jauh di bawah standar yang ditetapkan pemerintah. Dari seluruh sampel, 18 diantaranya memiliki derajat keasaman (pH) di bawah 4. Seluruh sampel yang diambil juga terdeteksi mengandung konsentrasi logam berat.
Kebocoran dan potensi melimpahnya air dari kolam-kolam yang terkontaminasi limbah berbahaya di konsesi pertambangan batubara menimbulkan bahaya pada rawa-rawa, anak sungai dan sungai di sekitarnya.
“Greenpeace yakin bahwa terdapat bahaya yang nyata dari limbah berbahaya yang dilepaskan oleh perusahaan pertambangan ke badan-badan air dan lingkungan di sekitar konsesinya. Ketika anda membaca laporan ini, masyarakat di sekitar konsesi pertambangan batubara mungkin sedang menggunakan air yang berpotensi tercemari limbah berbahaya untuk mandi, mencuci dan mengairi lahan pertanian mereka. Risiko-risiko yang mereka hadapi sangat tidak bisa diterima,” ujar Arif.
Terkait hal ini, Greenpeace mengeluarkan beberapa rekomendasi dan tuntutan. Pertama, perusahaan-perusahaan pertambangan batubara yang meraup untung dari aktivitas pertambangan yang kotor dan ilegal ini, harus bertanggung jawab secara hukum dan moral untuk memulihkan lingkungan dari aktivitas ilegal mereka, untuk mengurangi limbah dari badan-badan air, atau ijin dari perusahaan tersebut harus dicabut.
Kedua, perusahaan yang terbukti melanggar hukum harus bertanggung jawab membiayai operasi pembersihan , bahkan jika ijin pertambangan mereka sudah selesai atau dicabut, karena masalah air asam tambang akan bertahan selama beberapa dekade. Pemerintah tidak boleh memberi perusahaan pertambangan batubara “ijin untuk meracuni” lingkungan dan masyarakat Kalimantan Selatan.
Ketiga, Otoritas pemerintahan yang terkait harus memantau dan melakukan investigasi secara lebih mendalam perusahaan-perusahaan pertambangan batubara yang melanggar standard nasional, dan mencemari lingkungan. Penegakan hukum harus diperketat, sanksi harus dipertegas, dan celah-celah regulasi harus ditutup.
“Masyarakat Kalimantan Selatan layak mendapatkan kehidupan dan penghidupan yang lebih baik, seluruh rakyat Indonesia berhak mendapatkan keadilan, masa depan yang sehat dan lebih cerah dengan akses air bersih untuk mereka dan anak cucu mereka,”tandasnya.