Warga menunjukan bahwa ikan masih banyak di pantai Pulau Wayag yang perlu terus dijaga dan dilestarikan. Foto : Irianti/Beritalingkungan.com
RAJA AMPAT, BERITALINGKUNGAN.COM — Langkah tegas pemerintah mencabut izin usaha pertambangan (IUP) dari empat perusahaan tambang di Raja Ampat, termasuk PT Nurham, disambut hangat oleh tokoh adat Suku Maya sub-suku Ambel, Lasarus A. Mentansan.
Ia menyebut keputusan ini sebagai kemenangan bagi alam dan budaya Papua, sekaligus sebagai pijakan awal menuju masa depan yang lebih berkelanjutan.
Lasarus, yang juga Ketua Yayasan Mentansan Nusantara Raja Ampat, menyampaikan apresiasi mendalam kepada Presiden Prabowo Subianto dan jajaran menteri terkait atas komitmen menjaga kekayaan hayati Raja Ampat, yang dikenal dunia sebagai pusat biodiversitas laut terbesar.
“Langkah ini menunjukkan bahwa negara hadir untuk menjaga warisan alam dan hak masyarakat adat,” ujar Lasarus dalam keterangannya (16/6/2026).
Namun, ia menekankan bahwa pencabutan izin bukanlah akhir perjuangan. Diperlukan langkah-langkah lanjutan yang melibatkan dialog terbuka antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat adat untuk mengevaluasi akar persoalan, termasuk bagaimana sebelumnya tambang bisa masuk ke wilayah adat.
“Jangan hanya cabut ijin, tapi kita juga harus pahami kenapa masyarakat pernah menerima tambang. Ajak bicara, dengar suara dari akar rumput,” tegasnya.
Dorong Sektor Berkelanjutan
Tokoh adat Suku Maya sub-suku Ambel, Lasarus A. Mentansan. Foto : Irianti/Beritalingkungan.com
Lasarus mendesak pemerintah agar menjadikan hasil evaluasi sebagai dasar kebijakan jangka panjang yang benar-benar berpihak pada masyarakat adat.
Ia menyebut tiga sektor yang harus mendapat prioritas: pariwisata berbasis masyarakat, perikanan berkelanjutan, dan perdagangan karbon.
Dalam bidang pariwisata, Lasarus mendorong dukungan konkret seperti bantuan homestay, perahu, sertifikasi diving untuk anak muda, dan sistem digitalisasi untuk promosi kawasan adat. Sementara dalam sektor perikanan, ia mengusulkan penyediaan kapal fiber, cold storage, pelabuhan, dan akses ekspor hasil laut.
“Jangan setengah-setengah bantu masyarakat. Harus langsung, tepat, dan menyentuh kebutuhan di lapangan,” ujarnya.
Tak hanya itu, Lasarus mengusulkan agar masyarakat adat dilibatkan dalam skema carbon credit global, agar mereka bisa memperoleh penghasilan dari menjaga hutan dan laut, bukan merusaknya.
“Tong jual oksigen untuk dunia, bukan tambang,” ucapnya penuh semangat.
Alam adalah Hidup, Bukan Komoditas
Lebih dari sekadar ekonomi, bagi Lasarus, alam Papua adalah identitas dan jiwa. Ia menyerukan agar seluruh kebijakan pembangunan di tanah Papua harus berbasis pada prinsip keberlanjutan dan penghormatan terhadap budaya lokal.
“Hutan dan laut bukan sekadar sumber daya. Itu bagian dari hidup kami. Kita bisa dapat berkat dari alam tanpa harus merusaknya,” pungkasnya.
Sebagai pemilik hak ulayat, marga Mentansan sejak awal menolak keras kehadiran PT Nurham yang memperoleh izin melalui SK Bupati pada 24 Februari 2025 di Kampung Yensner, Distrik Waigeo Timur. Penolakan ini akhirnya berbuah hasil ketika pemerintah mencabut izin tersebut, memperkuat posisi masyarakat adat dalam menjaga wilayahnya.
Langkah ini menjadi sinyal kuat bahwa masa depan Raja Ampat tak lagi bergantung pada tambang, melainkan pada kekayaan alam yang dijaga, budaya yang dilestarikan, dan masyarakat yang diberdayakan (Irianti)