Merapi bergemuruh saban hari. Juga Kamis malam, 4 November 2010 kemarin. Zona bahaya Merapi juga terus diperluas. Hingga tadi malam, wilayah dalam radius 20 kilometer masuk zona berbahaya. Ini merupakan perluasan kedua.
Saat erupsi pertama Selasa 26 Oktober, radius bahaya itu cuma 10 kilometer. Kemudian berkembang menjadi 15 kilometer dan terkahir berbiak menjadi 20 kilometer itu. Kamis siang kemarin suara gemuruh dari gunung itu keras terdengar dan lama.
Karena begitu keras, suara itu jelas terdengar hingga posko pengungsian di Pakem, Sleman, Yogyakarta. Padahal posko itu sekitar 15 kilometer dari puncak Merapi.
Sebelum suara gemuruh itu, Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Surono, sudah memperingatkan warga dipelerengan gunung. Bahaya yang mungkin terjadi adalah luncuran lahar.
“Saat ini lahar sudah terbentuk, jadi waspada dengan hadirnya lahar,” kata Kepala PVBMG, Surono, kepada VIVAnews. Kesimpulan itu diperoleh berdasarkan pemantauan intrumental semenjak pukul 7 pagi hingga pukul satu siang. Aktivitas gunung itu masih sangat tinggi.
Surono memperingatkan warga agar menjauh dari sungai sebab lahar dingin bisa meluncur dari puncak gunung. Dan benar saja, beberapa jam kemudian aliran lahar dingin itu meluncur lewat sejumlah sungai seperti kali Gendol, Kali Boyong, dan Kali Code. Lihat video aliran lahar itu di sini.
Di Kaliboyong, gemuruh air terdengar sangat keras. Level air naik 40 centimeter. Warnanya cokelat. Campuran air, pasir dan lumpur. Sangat deras. Sehingga batu dan pohon-pohon kecil pinggir sungai diboyong serta.
Aliran lahar dingin itu mengundang masyarakat menonton. Kamis kemarin sejumlah warga berkerumun menonton lahar dingin itu di jembatan Pulowatu, Pakem, Sleman. Petugas kepolisian menjaga jalan ke sana dan menghalau warga dengan pengeras suara. Warga yang berjarak sekitar 200 hingga 300 meter dari sungai diperintahkan mengungsi.
Daerah Rawan Meluas
Semenjak erupsi Selasa, 26 Oktober lalu, korban letusan Merapi terus bertambah. Hingga Kamis kemarin, jumlah korban meninggal sudah 42 orang. Sejumlah 39 orang di Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Dan tiga orang di wilayah Jawa Tengah.
Karena jangkauan awan panas juga kian menjauh, maka jumlah pengungsi juga kian bertambah. Hingga Kamis kemarin, setidaknya sudah 77.770 orang sudah mengungsi dari kampung mereka. Mereka ditampung di sejumlah lokasi pengungsian. Jumlah pengungsi itu akan terus bertambah, jika jangkauan terbang awan panas kian menjauh.
Itu sebabnya, PVMBG mengeluarkan peringatan bahwa daerah dengan radius 20 kilometer dari puncak gunung harus steril. Warga dalam radius itu diminta mengungsi. Sebelumnya daerah di luar radius 15 kilometer dinyatakan aman.
Warga di daerah Kapingrejo, Wonokerto, Kabupaten Sleman, hari ini ikut mengungsi. Sebab kawasan itu masuk dalam radius 15 kilometer. “Ini baru pertama kali kami mengungsi, karena sejak kemarin suara gemuruh dan gempa sangat terasa,” kata Sudari, warga Kapingrejo, Kamis 4 November 2010. “Tapi kami belum tahu mau mengungsi kemana, yang penting meninggalkan daerah ini dulu.”
Muntahan awan dari perut Merapi juga menganggu penerbangan. PVMBG meminta penerbangan yang melintas langit Yogyakarta hati-hati dan waspada.
“Saya sudah menyampaikan ke pihak Ditjen Perhubungan Udara untuk melakukan evaluasi apabila abu vulkanik Merapi mengganggu penerbangan. Sebab Merapi mengeluarkan energi besar yang sejak kemarin hingga saat ini belum berhenti,” ujar Surono. Baca soal enegeri besar itu di sini.
Cuaca hujan yang terjadi saat ini, lanjut Surono, menyulitkan pengamatan visual aktivitas Merapi. Namun, berdasarkan pemantauan seismograf, letusan di puncak Merapi berdurasi panjang sejak sekitar Rabu pekan ini.
Letusan berdurasi panjang ini juga telah memuntahkan material dalam jumlah besar yang berpotensi menjadi lahar. “Untuk itu jangan main-main di sungai saat ini. Sangat berbahaya. Bahaya luncuran lahar dari material yang dikeluarkan Merapi sangat besar,” papar Doktor ‘gunung berapi’ lulusan Prancis ini. Surono mengingatkan, letusan Merapi saat ini tiga kali lebih besar dibanding letusan tahun 1997, 2001 dan 2006.
Abu Terbang Hingga Bandung
Dampak letusan Merapi juga dirasakan warga yang berjarak sekitar 300 sampai 350 kilometer dari pusat letusan. Abu vulkanik Gunung Merapi dilaporkan sampai ke Pangalengan, Bandung, dan Ciamis, Jawa Barat. Padahal jarak dari Merapi hingga dua lokasi di selatan Jawa Barat itu sekitar 300 sampai 350 kilometer.
Debu-debu Merapi yang sampai ke Pangalengan dan Ciamis memang tidak setebal di kampung-kampung sekitar Merapi. Tipis-tipis di beberapa titik. Warga di kawasan perkebunan teh dan di Desa Sukamanah, Pangelangan melihat ada debu tipis yang hinggap di sejumlah tempat. “Waktu menyimpan motor di luar, jok motor terlihat putih.
Saya jadi teringat waktu Gunung Galunggung meletus tahun 1982,” kata Euis Tikarahayu (41) warga Kampung Barusulam, Desa Sukamanah, Kecamatan Pangalengan, Kamis 4 November 2010. Euis sempat mengira itu adalah debu dari Gunung Papandayan yang memang juga sedang beraktivitas.
Kepala Kecamatan Pangalengan Harris Taufik juga membenarkan debu vulkanik yang turun di atas Pangalengan. “Betul. Saat pagi-pagi, dari jam 6 sampai jam 8, berupa debu hanya saja tipis,” kata dia.
Debu ini terlihat di tempat-tempat yang dasarnya hitam seperti kap mobil dan jok motor. “Tapi sekarang tidak terjadi lagi,” pungkasnya. Laporan menyebut bahwa sekitar 13 desa di Pangalengan merasakan dampak abu vulkanik.