Ilustrasi Orangutan Sumatera di Bukir Lawang. Foto : dok Wikipedia. |
JAKARTA, BL-Centre for Orangutan Protection (COP) menggelar aksi damai menyoroti aktivitas Asia Pulp didi Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi yang dinilai mengancam populasi Orangutan. Dalam aksinya dua aktivis COP membentangkan spanduk bertulisan ”Papers kill Orangutan” di depan kantor Sinar Mas Jl. Thamrin, Jakarta, Rabu (15/7).
Menurut Sadewa, saat ini lebih dari seratus Orangutan Sumatera di Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi dalam bahaya. Anak perusahaan yang juga supplier perusahaan kertas nomor satu di Asia, Asia Pulp & Paper (APP), yaitu PT Wira Karya Sejati (PT WKS) dan PT. Rimba Hutani Mas (PT. RHM), telah membangun jalan koridor di wilayah hutan yang merupakan habitat Orangutan Sumatera, Harimau Sumatera dan Gajah Sumatera yang ketiganya merupakan satwa terancam punah dan khas Indonesia.
Jalan dengan panjang sekitar 82 kilometer tersebut dibangun persis di kawasan jelajah tiga satwa langka itu dan sangat dekat dengan kawasan pelepasliaran Orangutan Sumatera yang jauh hari sebelum perusahaan itu ada Orangutan disana telah dilepasliarkan. “Dengan adanya jalan koridor itu, akses bagi perambah dan pemburu pun semakin terbuka. PT. RHM dan PT. WKS membiarkan para perambah membuka hutan dan kemudian mengusir mereka agar dapat mengambil kayu-kayu tebangan hasil rambahan masyarakat untuk dijadikan bahan baku bubur kertas. Padahal perusahaan itu belum punya hak untuk melakukan hal itu dan itu adalah aktifitas illegal,’kata Sadewa.
“Dari laporan tim investigasi kami dan bukti foto-foto yang kami miliki, truk-truk kayu mereka mengangkut kayu-kayu yang semuanya illegal”,ungkapnya.
Sadewa juga mengatakan, seharusnya APP tidak perlu membangun jalan koridor itu karena dari hasil investigasi tim COP, kalangan LSM di Jambi dan masyarakat mengatakan bahwa perusahaan itu dapat memanfaatkan jalan HPH yang sudah ada dan teruji kualitasnya karena pernah digunakan untuk jalur angkutan kayu HPH yang ukurannya jauh lebih besar.
“Jalan koridor itu sangat mengancam habitat Orangutan Sumatera di sana. Jarak jalan itu dengan pusat pelepasan antara 5-7 km dan itu merupakan jarak jelajah Orangutan. Mereka benar-benar berbisnis dengan sangat kotor, menghancurkan hutan dan mengancam kehidupan satwa langka khas Indonesia”, tambah Sadewa.
Tim investigasi COP juga menemukan bahwa kajian atas analisa dampak lingkungan dua perusahaan itu dilakukan tanpa analisa kajian yang profesional. Dalam Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA-ANDAL) tidak disebutkan bahwa kawasan tersebut merupakan habitat Gajah Sumatera dan Orangutan Sumatera beserta stasiun riset dan introduksi Orangutan yang dioperasikan oleh Frankfurt Zoologial Society (FZS).
“Pemerintah harus membatalkan rekomendasi dan izin prinsip yang telah dikeluarkan untuk perusahaan Asia Pulp and Paper dan para suppliernya di kawasan itu. Pemerintah dalam hal ini Departemen Kehutanan harus serius melihat dan menyikapi masalah ini. Kawasan Bukit Tigapuluh memiliki nilai konservasi yang sangat tinggi dan harus diselamatkan dari ancaman pabrik yang memproduksi tisu dan kertas yang ada di rumah dan ruang kerja anda”,tandasnya.(Marwan Azis)