SEMARANG, BL-Dari beragam hasil hutan Papua, kakao (coklat) kini menjadi primadona. Pasar coklat dari Jayapura bisa mencapai harga 30 dolar AS perkilogram di Jepang.
Itu pengalaman yang diperoleh Koperasi Serba Usaha (KSU) Namblong Indah Mandiri, Jayapura. “Dalam tiga bulan, kami mengekspor 11 ton coklat melalui Alter Trade Japan (ATJ),” kata Bernard Giay pada Kongres Asosiasi Wirausaha Kehutanan Masyarakat Indonesia (AWKMI) di Semarang, Kamis, 21 Juni 2012.
Padahal ekspor coklat 11 ton itu hanya didapat dari sekira tiga ribu hektar kebun. Sedangkan di Jayapura terdapat setidaknya 22 ribu hektar kebun kakao. Pada saat ekspor ke Jepang, coklatdi Jayapura diserang hama. “Jika saja hama tertangani dan jangkauannya lebih luas, tentu ekspornya lebih besar,” kata Bernard.
Ia menambahkan, koperasi yang diketuainya baru beroperasi sejak Oktober 2011. Wilayahnya meliputi Jayapura bagian selatan, Distrik Kemtuk, Kemtukgresi, Nimboran, Namblong dan Nimbokrang. Daerah-daerah tersebut lazim disebut Grimenawa, pusat produksi kakao Jayapura.
Ilustrasi Kakao. Foto : Istimewa. |
Koperasi menampung biji kakao basah lalu menjualnya ke pasar. KSU Namblong juga mendampingi anggotanya untuk mengakses pasar dan meningkatkan kualitas hasil kebun. Salah satunya dengan sertifikasi organik yang didapat anggota. Dengan begitu, para petani menerima insentif berupa harga yang lebih tinggi dari tengkulak.
Namun Bernard dan teman-teman masih kesulitan mengolah coklatnya. Selama ini, ia hanya mengirim biji kering kemudian diolah oleh Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka ), Jember (Jawa Timur).
Ia berharap, dengan Asosiasi Wirausaha Kehutanan Masyarakat Indonesia (AWKMI), bisa meningkatkan kemampuan petani serta mengakses pasar yang lebih luas, tutupnya. (Andhika Vega Praputra).