Aktifitas warga di Kampung Apung di Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan. Foto: Yoshasrull/BL. |
KONSEL, BL- Tok…klotok…klotok…klotokkk…suara katinting memecah keheningan di belantara hutan bakau. Moncong perahu yang dipenuhi penumpang melaju kencang membelah air laut yang tenang. Waktu baru menunjuk pukul 10 pagi, tapi terik sudah terasa membakar kulit. Sekitar dua ratus meter Desa Bungin sudah kelihatan. Lokasinya berada di tengah laut, kurang lebih dua mil dari garis pantai.
Umumnya kampung nelayan, bangunan-bangunan di desa ini seluruhnya terbuat dari kayu, berjejer rapi dengan tonggak kayu sebagai pondasi. Bangunan-bangunan ini menjadi dominan membentuk koloni besar dari kejauhan.
Desa Bungin mayoritas di huni etnis bajo, menjadi perkampungan terapung terbesar di daerah Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara. Di beberapa tempat, perkampungan bajo dihuni tak lebih dari 20 KK. Itu pun masyarakatnya tinggal di daratan (pesisir laut).
Jusmin, Kepala Desa Bungin dengan ramah mengantar mengelilingi wilayahnya. Sesekali warga menegur dengan sopan. Mengobrol sebentar lalu mengantar kami menuju rumahnya, tak jauh dari balai desa.
“Di desa ini terdapat kurang lebih seribu jiwa. Hampir semua warganya bermata pencaharian sebagai nelayan,”kata Jusmin.
Setiap hari warga disibukkan bekerja sebagai pengolah rumput laut. Kaum lelaki dan perempuan berbagi pekerjaan, kaum bapak memanen agar dan kaum ibu mendapat giliran membersihkan dan menjemur rumput laut. Setiap rumah tangga memiliki lokasi penjemuran rumput laut. Dan atas perapian terdapat penjemuran ikan kering.
Menurut Jusmin,sejak 15 tahun silam, Desa Bungin telah resmi menjadi wilayah adminitrasi Kecamatan Tinanggea. Tentu saja melalui perjuangan panjang, sebabs empat menjadi polemik antara tokoh masyarakat yang sepakat menjadi desa dan tokoh masyarakat yang ingin bertahan di konsep komunitas. Terdapat lima RT di kampung ini. Fasiltas desa tersedia,seperti, kantor desa, balai, masjid hingga gedung sekolah. Setiap RT dihubungkan dengan jembatan beralas papan dibuat untuk memudahkan menjangkau setiap blok ke blok lainnya.
Problem terbesar dari desa bungin adalah air bersih. Warga terpaksa harus mengambil air ke daratatan yang berjarak dua mil. Tak heran puluhan jerigen air milik warga selalu parkir di dermaga dan siap dibawa ke ;lokasi pengisian air bersih. Terkadang warga juga harus membeli air ke pengusaha gallon demi memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Lokasi yang berada di tengah laut bebas, membuat Desa Bungin rentan terkena musibah bencana alam. Tercatat dua kali desa ini diterpa bencana badai dan angin putting beliung. Tahun 2012 silam, puluhan rumah porak poranda diterpa angin kencang hingga membuat atap rumah penduduk beterbangan dan jatuh ke laut. Beruntung pemerintah Konawe Selatan memberikan bantuan perbaikan rumah kepada warga kehilangan tempat tinggal.(Yos Hasrul).