
Ilustrasi Perhutanan Social. dok : Beritalingkungan.com.
JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM- Dalam suasana yang penuh makna di bulan suci, Majelis Lingkungan Hidup (MLH) PP Muhammadiyah menggelar Pengajian Green Ramadhan dengan tema besar: “Menguatkan Peran Muhammadiyah dalam Perhutanan Sosial” pada tanggal 8 Maret 2026.
Lebih dari sekadar forum diskusi, acara ini menjadi titik temu antara agama, lingkungan, dan kesejahteraan masyarakat. Dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, seperti Buya Dr. Anwar Abbas (Ketua PP Muhammadiyah), Syafda Roswandi (Direktur Pengendalian Perhutanan Sosial Kementerian Kehutanan RI), Nur Hasan Muritiaji (Direktur Republika), dan Azrul Tanjung (Ketua MLH PP Muhammadiyah), pengajian ini mengupas persoalan mendalam: Bagaimana keseimbangan antara hutan yang lestari dan masyarakat yang sejahtera bisa terwujud?
Muhammadiyah dan Perhutanan Sosial: Sebuah Misi Kemanusiaan
Ketgam : Diskusi Green Ramadhan yang digelar Majelis Lingkungan Hidup (MLH) PP Muhammadiyah.
“Hutan yang lestari harus berjalan beriringan dengan masyarakat yang sejahtera,” tegas Buya Anwar Abbas. Pernyataannya mencerminkan kegelisahan akan konflik tenurial yang kerap terjadi antara masyarakat dan pengelola hutan.
Dengan suara tegas, ia mengkritik pendekatan yang lebih banyak melibatkan pemodal besar dalam pengelolaan sumber daya alam. “Pemerintah harus lebih mendengar masyarakat yang hidup di sekitar hutan, bukan hanya mengundang pengusaha besar ke Istana,” tambahnya.
Sejalan dengan itu, Syafda Roswandi dari Kementerian Kehutanan menyampaikan optimisme. Pemerintah telah meningkatkan target perhutanan sosial dari 12,7 juta hektare menjadi 15,5 juta hektare. “Muhammadiyah bisa menjadi motor penggerak utama dalam perhutanan sosial, baik dalam advokasi maupun edukasi masyarakat,” ujarnya. Dalam pandangannya, organisasi berbasis keagamaan seperti Muhammadiyah memiliki kekuatan kultural yang mampu membangun kesadaran ekologis berbasis nilai-nilai Islam.
Hutan Waqf: Filantropi Hijau Berbasis Islam
Dalam diskusi yang menggugah, Nur Hasan Muritiaji dari Republika memperkenalkan konsep Hutan Waqf, sebuah model konservasi berbasis filantropi Islam. “Waqf menjamin bahwa hutan tetap lestari dan tidak dialihfungsikan untuk kepentingan lain,” jelasnya. Republika berkomitmen untuk mengedukasi masyarakat tentang potensi besar konsep ini dalam mitigasi perubahan iklim.
Sementara itu, Azrul Tanjung menekankan pentingnya kolaborasi antara MLH dan Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) dalam memberdayakan komunitas sekitar hutan. Ia mendorong Muhammadiyah untuk mengakses lahan perhutanan sosial guna program pemberdayaan ekonomi berbasis ekologi. “Budidaya kopi di perhutanan sosial, misalnya, bisa menjadi peluang ekonomi yang memberdayakan ranting-ranting Muhammadiyah di berbagai daerah,” paparnya dengan semangat.
Peran Muhammadiyah: Dari Wacana ke Aksi Nyata
Lebih dari sekadar diskusi, Pengajian Green Ramadhan ini mengukuhkan peran Muhammadiyah dalam gerakan ekologi berbasis Islam. Sebagai organisasi yang menjunjung prinsip amar ma’ruf nahi munkar, Muhammadiyah diharapkan dapat mengawal kebijakan perhutanan sosial agar benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat dan lingkungan.
Di tengah tantangan perubahan iklim dan eksploitasi hutan yang tak kunjung usai, Muhammadiyah punya potensi besar untuk menjadi kekuatan strategis dalam membangun masa depan yang lebih hijau dan berkeadilan. Karena pada akhirnya, menjaga hutan bukan sekadar urusan lingkungan, tetapi juga amanah moral dan keagamaan yang harus diperjuangkan bersama (Marwan Aziz).