PROBOLINGGO, BERITALINGKUNGAN.COM – Tim pesepeda Chasing the Shadow Greenpeace Indonesia dihadang dan diintimidasi sekelompok orang dari beberapa organisasi masyarakat yang mengaku sebagai perwakilan masyarakat Probolinggo.
Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak membenarkan hal tersebut. Ormas tersebut mendatangi tim Greenpeace yang tengah singgah dalam perjalanan di Probolinggo.
“Mereka menyatakan menolak kegiatan bersepeda dan kegiatan kampanye Chasing the Shadow di Bali,” ujar Leonard dalam keterangan tertulis pada Senin (7/11).
Salah satu anggota tim bahkan dipaksa membuat surat pernyataan dengan tanda tangan di atas materai agar tidak melanjutkan perjalanan, atau tidak melakukan kampanye apa pun selama Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali.
“Tim pesepeda sudah mengalami intimidasi sejak berada di Semarang, baik dari orang-orang tak dikenal maupun yang berseragam polisi. Sekitar tujuh orang yang mengaku polisi sempat mendatangi tim Greenpeace saat sedang on air di sebuah stasiun radio,” terangnya.
Petugas tersebut menanyakan rencana aksi di Simpang Lima, Semarang, padahal Greenpeace tak berencana menggelar aksi di kawasan tersebut. Di Semarang, Greenpeace menggelar acara pameran foto, diskusi, dan pertunjukan musik yang difokuskan di Gedung Oudetrap, Kota Lama.
Selain petugas kepolisian, aparat militer juga kerap terlihat di tempat-tempat yang didatangi para pesepeda dan tim Greenpeace Indonesia, seperti di Desa Timbulsloko, Sayung, Demak, dan di Desa Tegaldowo, Gunem, Rembang.
“Represi semakin meningkat saat tim bergerak dari Semarang menuju Surabaya,” kata Leonard. Tim Chasing the Shadow mengalami teror berupa pengintaian dari orang tidak dikenal dan indikasi perusakan kendaraan.
Puncaknya terjadi dalam perjalanan menuju Probolinggo, tim diminta untuk tidak melanjutkan perjalanan. “Hal itu disampaikan secara terang-terangan, baik secara lisan maupun melalui penggembosan ban kendaraan,” ungkapnya.
Greenpeace Indonesia menilai hal itu telah merusak prinsip demokrasi dan mencederai kebebasan berpendapat yang dijamin dalam konstitusi. “Pola represif semacam ini juga banyak terlihat dalam kasus-kasus perampasan lahan, seperti di Kendeng dan Kulonprogo,” jelas Leonard.
Senada dengan itu, Kepala Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Tata Mustasya menjelaskan bahwa dalam melakukan kampanye, pihaknya selalu menerapkan prinsip-prinsip antikekerasan.
“Pesan kampanye yang kami bawa dalam tur sepeda adalah mengabarkan kepada publik bahwa krisis iklim sudah terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia, serta mengancam sejumlah aspek dalam kehidupan kita, termasuk pangan dan sejarah kebudayaan,” terangnya.
Mustasya menambahkan, “Justru, kegiatan bersepeda merupakan salah satu cara kami dalam mempromosikan solusi iklim untuk menciptakan masa depan Indonesia yang lebih baik.” Sepeda merupakan simbol kendaraan yang paling minim emisinya sebagai solusi iklim.
Salah satu solusi untuk mencegah dampak krisis iklim adalah dengan melakukan akselerasi transisi energi. Dalam dokumen NDC, jika Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK), transisi energi mutlak harus dilakukan secara serius, ambisius, dan adil.
“Hal ini merupakan seruan Tim pesepeda Chasing the Shadow Greenpeace yang disampaikan secara damai, kreatif, dan terbuka,” ujarnya.
Pemerintah dalam berbagai kesempatan selalu mengatakan tidak bisa berjalan sendiri untuk menangani krisis iklim dan membutuhkan partisipasi publik. Namun ironisnya partisipasi warga negara untuk menyuarakan krisis iklim dan sekaligus solusinya justru dihadapkan pada tindakan represif dan pembatasan ruang demokrasi.
“Yang patut diingat oleh pengurus negara adanya ruang demokrasi bagi masyarakat sipil adalah prasyarat untuk bisa mewujudkan keadilan iklim. Karenanya kami mendesak pemerintah agar menghentikan upaya represif terhadap aktivis yang tengah menyuarakan keadilan iklim,” pinta Mustasya.
Negara harus menjamin kebebasan berpendapat seluruh warganya. Tidak ada Indonesia yang maju ketika represi masih terjadi terhadap aksi-aksi kreatif untuk menciptakan masa depan Indonesia yang lebih baik.
“Polisi juga harus menjalankan perannya untuk memberikan rasa aman, bukan malah menciptakan ketakutan bagi warga negara,” pungkasnya. (Jekson Simanjuntak)