Kawasan Suaka Margasatwa Muara Angke Jakarta. (Foto: Dhika Rino Pratama/YKAN) |
JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM – Suaka Margasatwa Muara Angke (SMMA) dengan luas 310 hektar merupakan kawasan konservasi di pesisir utara Jakarta yang menjadi bagian dari kelompok Hutan Angke Kapuk.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jakarta, Karyadi menyebut wilayah tersebut sebagai salah satu ekosistem mangrove yang tersisa di Jakarta. Juga merupakan habitat bagi sejumlah satwa, seperti: buaya air asin, kadal, monyet berekor panjang, ular, dan tempat hidup bagi 15 spesies mangrove.
Selain itu, Suaka Margasatwa Muara Angke dikenal sebagai pusat edukasi lingkungan dan restorasi ekosistem mangrove di Jakarta. Pun habitat bagi berjenis-jenis burung.
“Kawasan ini merupakan daerah penting bagi burung di Jawa dengan ditemukannya 91 spesies dan 17 di antaranya dilindungi,” ujar Karyadi.
Kajian yang dilakukan oleh BKSDA Jakarta dan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) pada tahun 2019, menunjukkan hutan mangrove di teluk Jakarta itu mengalami tekanan akibat konversi penggunaan lahan. Hal itu dibuktikan dengan maraknya perusakan kawasan mangrove sejak tahun 1980-an.
Direktur Eksekutif YKAN, Herlina Hartanto menilai solusi berbasis ekosistem dalam konteks perubahan iklim seharusnya mampu memberikan manfaat ‘triple-win’, yaitu mengurangi risiko bencana yang efektif dari segi biaya, mendukung konservasi keanekaragaman hayati, dan meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar.
“Untuk itu diperlukan kerja sama semua pihak secara harmonis”, papar Herlina Hartanto.
Tindakan kolektif menurut Herlina, diperlukan untuk menyelamatkan ekosistem mangrove yang tersisa di Jakarta itu dengan program Mangrove Ecosystem Restoration Alliance (MERA).
“MERA menjadi jawaban untuk pengelolaan terpadu dan kolaboratif yang menyatukan seluruh pihak yang peduli akan kelestarian mangrove,” ungkap Herlina Hartanto.
Senior Vice President Corporate Affairs PT. Chevron Pacific Indonesia, Wahyu Budiarto, selaku mitra MERA menyebut kepedulian pihak swasta terhadap pelestarian ekosistem mangrove tidak perlu diragukan lagi. Pasalnya, mangrove sangat penting bagi kehidupan.
“Saya mengajak rekan-rekan swasta dan masyarakat untuk tidak hanya peduli, tetapi juga berkolaborasi untuk pengelolaan mangrove secara berkelanjutan di Indonesia,” ujar Wahyu Budiarto.
Salah satu bentuk kolaborasi yang dilakukan oleh BKSDA Jakarta, YKAN bersama para mitra Mangrove Ecosystem Restoration Alliance (MERA) adalah membangun gapura dan jembatan titian sepanjang sekitar 240 meter di Suaka Margasatwa Muara Angke (SMMA).
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Wiratno berkesempatan hadir dalam peletakan batu pertama yang disaksikan sejumlah mitra MERA (APP Sinar Mas, PT Indofood Sukses Makmur, Tbk, PT Chevron Pacific Indonesia, dan PT Djarum) dengan tetap mematuhi protokol COVID-19.
Dalam sambutannya, Wiratno menegaskan jika konservasi sumber daya ekosistem mangrove menawarkan solusi terhadap 4 tantangan strategis, yakni: membangun pendekatan ilmiah untuk perlindungan dan restorasi hutan mangrove; melibatkan pemangku kepentingan kunci dalam menyusun kebijakan dan peraturan; melakukan pengelolaan yang terpadu dan efektif untuk restorasi, perlindungan serta keberlanjutan dari sisi pendanaan; dan program kemitraan dan penjangkauan.
Karena itu, Wiratno mengapresiasi pola kemitraan yang dilakukan BKSDA Jakarta bersama YKAN untuk merestorasi ekosistem mangrove dan melaksanakan program pengelolaan terpadu melalui program MERA.
Sejak diluncurkan pada tahun 2018, MERA mengedepankan strategi adaptasi berbasis ekosistem, termasuk konservasi dan restorasi mangrove, yang merupakan tindakan prioritas untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di pesisir dan melestarikan keanekaragaman hayati. Semua pemangku kepentingan yang terlibat diharapkan dapat aktif menyokong keberlanjutannya.
“KLHK melalui BKSDA sangat mendukung pengelolaan terpadu yang dilakukan secara kolaboratif oleh para pihak, seperti MERA, untuk mempertahankan dan meningkatkan kondisi mangrove di Indonesia,” pungkas Wiratno. (Jekson Simanjuntak)