Koala di Ambang Punah, Sains Genetik Hadir Sebagai Tali Penyelamat

Berita Lingkungan Environmental News Satwa Terkini

Koala. Foto : Michaela Blyton/The University of Queensland.

QUEENSLAND, BERITALINGKUNGAN.COM– Di sebuah pagi yang tenang di pedalaman Queensland, seekor koala terlihat melingkar nyaman di pelukan cabang pohon gum. Namun di balik ketenangan itu, nasib spesies marsupial ikonik Australia ini tengah berada di ujung tanduk. Fragmentasi habitat, penyakit, dan tekanan dari aktivitas manusia mendorong populasi koala ke ambang kepunahan.

Kini, secercah harapan datang dari dunia sains. Para peneliti dari Universitas Queensland telah mengembangkan alat skrining genetik baru yang dapat menjadi senjata penting dalam menyelamatkan koala dari kehancuran genetik.

Menyatukan Data Genetik, Menyatukan Harapan

Dr. Lyndal Hulse dari School of the Environment, University of Queensland, memimpin proyek ini dan menyebut terobosan ini sebagai “panel penanda genetik standar koala” — sistem yang memungkinkan para peneliti di seluruh Australia untuk berbagi dan membandingkan informasi genetik secara konsisten.

“Koala semakin terkurung di kantong-kantong kecil habitat dengan populasi yang terisolasi,” kata Dr. Hulse seperti dikutip Beritalingkungan.com dari laman uq.edu (18/06/2025).

“Akibatnya, mereka semakin sulit menemukan pasangan yang tidak berkerabat dekat. Perkawinan sedarah bisa menurunkan kesehatan populasi secara drastis.”ujarnya.

Dengan alat baru ini, para ilmuwan dapat mengidentifikasi variasi genetik antar populasi koala secara akurat dan terstandarisasi. Hasilnya? Kolaborasi yang lebih baik antarpeneliti, dan pemahaman lebih dalam tentang keragaman genetik yang masih tersisa.

Teknologi Genom untuk Menjaga Alam

Proyek ini menggandeng Australian Genome Research Facility (AGRF), organisasi nirlaba yang menjadi pionir dalam teknologi genom di Australia. Menurut Saurabh Shrivastava dari AGRF, alat yang mereka gunakan merupakan teknologi SNP-array, teknik sekuensing generasi terbaru yang dapat membaca DNA dengan presisi tinggi.

“Alat ini bisa digunakan di lapangan untuk memantau populasi liar secara luas,” kata Shrivastava.

“Dan yang paling penting—tersedia untuk semua peneliti dan pengelola konservasi.”tuturnya.

Dengan kata lain, alat ini bukan hanya milik laboratorium, tetapi menjadi senjata di garis depan perlindungan koala.

Relokasi dengan Data, Bukan Spekulasi

Salah satu tantangan dalam konservasi koala adalah aturan ketat tentang relokasi antarhabitat. Tanpa pemahaman genetik, pemindahan bisa jadi malah memperparah degradasi genetik. Tapi kini, dengan skrining DNA, relokasi bisa lebih terarah dan berbasis data.

“Ini bisa menjadi kunci untuk menyuntikkan keanekaragaman genetik ke populasi yang terancam,” ujar Dr. Hulse.

Koala saat ini telah dikategorikan sebagai satwa terancam punah di Queensland, New South Wales, dan ACT. Jika tidak ada perubahan besar, dalam 50 tahun ke depan, kita mungkin hanya bisa melihat mereka di kebun binatang atau pusat penangkaran.

Namun, harapan belum musnah. Dengan memahami siapa mereka di tingkat genetik, kita punya peluang untuk menyelamatkan lebih dari sekadar spesies — tapi juga warisan alam Australia.

“Koala adalah simbol, bukan hanya bagi Australia, tapi juga bagi krisis keanekaragaman hayati global,” tutup Dr. Hulse.

Dari Laboratorium ke Alam Liar

Proyek ini tidak hanya melibatkan Universitas Queensland, tetapi juga tim dari Australasian Wildlife Genomics Group di University of New South Wales. Kolaborasi ini mencerminkan semangat baru dalam konservasi: bahwa penyelamatan satwa bukan hanya tugas para konservasionis, tetapi juga para ilmuwan, pemerintah, dan masyarakat.

Sementara seekor koala tidur dengan damai di pelukan pohon eucalyptus, harapan akan masa depan mereka perlahan tumbuh—setiap helai DNA, setiap alat genetik baru, menjadi langkah menuju kelestarian (Marwan Aziz).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *