Pompa air tanah berbiaya rendah dipasang di atas terumbu, dan kemudian air dipompa ke permukaan untuk dikumpulkan dalam botol. Air tersebut akan digunakan untuk memeriksa mikroorganisme yang terkait dengan air terumbu dan mengevaluasi kesehatan lingkungan terumbu. Foto : Paul Caiger/ Woods Hole Oceanographic Institution.
JARDINES DE LA REINA, BERITALINGKUNGAN.COM — Di balik birunya laut dan gemerlap warna-warni terumbu karang, terdapat kehidupan tak kasat mata yang kini menjadi kunci baru dalam perlindungan ekosistem laut paling berharga di planet ini: mikroba air laut.
Sebuah studi terbaru yang dipublikasikan di jurnal Cell Reports Sustainability mengungkapkan bagaimana mikroorganisme di sekitar terumbu karang yang selama ini luput dari perhatian awam, dapat menjadi alat diagnostik yang ampuh untuk menilai kesehatan terumbu karang, sekaligus memperkuat upaya konservasi di seluruh dunia.
“Terumbu karang bukan hanya rumah bagi ikan dan invertebrata eksotis, tapi juga bagi komunitas mikroba yang luar biasa beragam,” ujar Amy Apprill, ilmuwan kelautan dari Woods Hole Oceanographic Institution (WHOI), salah satu penulis utama studi ini seperti dikutip Beritalingkungan.com dari laman whoi.edu (21/05/2025)
Menyelam ke Dunia Mikro
Pengumpulan air untuk analisis mikroorganisme air karang rutin dilakukan di St. John, USVI, dengan menggunakan botol Niskin yang dapat ditutup di bawah air di lokasi pengambilan sampel. Foto : Amy Apprill, /Woods Hole Oceanographic Institution.
Terumbu karang hidup dalam simbiosis dengan mikroorganisme, termasuk alga mikroskopis yang memberi warna cerah sekaligus sumber makanan bagi karang. Namun, ternyata bukan hanya mikroba di dalam jaringan karang yang penting—mikroba di air laut di sekitarnya juga menyimpan rahasia besar.
Dengan hanya menggunakan pompa air tanah berbiaya rendah dan botol pengambilan sampel, tim ilmuwan dapat “membaca” kondisi lingkungan laut hanya dari mikroba yang mereka temukan.
Kehadiran bakteri seperti E. coli, misalnya, bisa menandakan kontaminasi limbah manusia—pertanda buruk bagi terumbu. Sebaliknya, banyaknya mikroorganisme fotosintetik bisa menandakan kondisi perairan yang lebih sehat.
Diagnosa Ekosistem dalam Setetes Air
Terumbu karang di Jardines de la Reina, Kuba, tempat pengambilan sampel mikroba air karang digunakan untuk memeriksa kesehatan ekosistem terumbu karang. Foto : Amy Apprill/Woods Hole Oceanographic Institution.
Tidak seperti pengamatan visual yang sering memerlukan penyelaman dan bersifat subjektif, analisis mikroba menawarkan pendekatan ilmiah yang lebih akurat, cepat, dan terukur. “Kami telah mengembangkan puluhan dataset yang membuktikan keterkaitan mikroba dengan kondisi terumbu,” kata Apprill.
“Tujuan kami adalah menjadikan metode ini mudah diakses oleh para pengelola laut, tim restorasi, hingga pembuat kebijakan.”ujarnya.
Jennifer L. Salerno, ahli biologi laut dari George Mason University dan rekan penulis, menambahkan, “Pemahaman kita tentang peran mikroba dalam menjaga atau bahkan merusak keseimbangan ekosistem semakin meningkat. Kini kita memiliki teknologi yang cukup sederhana dan terjangkau untuk diterapkan dalam kebijakan konservasi.”
Konservasi Masa Depan
Dengan biaya dan metode yang bervariasi—mulai dari penggunaan mikroskop fluoresensi sederhana hingga analisis DNA dan RNA—pengumpulan dan analisis mikroba bisa disesuaikan dengan kapasitas lembaga konservasi lokal. Studi ini juga mendorong standarisasi metode, koordinasi antar peneliti, serta pencatatan terbuka dalam basis data global.
“Bayangkan jika kita bisa membangun indeks kesehatan terumbu berdasarkan komposisi mikroba. Dengan bantuan kecerdasan buatan, kita bisa memprediksi ancaman sebelum dampaknya dirasakan karang,” kata Salerno.
Laut Memanas
Dalam dua tahun terakhir, dunia menyaksikan peristiwa pemutihan karang paling parah dalam sejarah akibat stres panas. Sebagai penjaga garis depan terhadap perubahan iklim, terumbu karang sangat bergantung pada ketepatan dan kecepatan intervensi kita.
“Mikroba memberi kita sinyal dini. Jika kita bisa mendengarkannya, mungkin kita bisa menyelamatkan lebih banyak ekosistem sebelum semuanya terlambat,” pungkas Apprill. “Ini bukan hanya tentang sains. Ini tentang masa depan lautan kita.”jelasnya (Marwan Aziz).