Ilustrasi trenggiling, hewan yang diburu, sisik trenggiling dijadikan bahan obat tradisional China. Populasi trenggiling terus menurun, dan menyebabkan beberapa spesies hewan trenggiling masuk dalam daftar terancam punah. Sumber : SHUTTERSTOCK.
PEKANBARU, BERITALINGKUNGAN.COM- Dalam senyap malam di atas perairan Sapat, Kabupaten Indragiri Hilir, sebuah speedboat kecil dipaksa berhenti. Tim patroli laut Bea Cukai Tembilahan menyergapnya pada tanggal 29 Januari 2025 lalu, dan di dalam perahu itu, karung goni usang menyimpan komoditas kelam: sisik trenggiling seberat lebih dari 30 kilogram.
Di dunia bawah tanah perdagangan satwa liar, sisik trenggiling menjadi komoditas emas. Digunakan dalam praktik pengobatan tradisional hingga kosmetik di pasar gelap Asia, bagian tubuh hewan bersisik ini bernilai jutaan rupiah — tapi dibayar dengan harga yang jauh lebih mahal oleh alam: kepunahan.
Tersangka berusia 24 tahun, inisial MS, mengaku sebagai pemilik. Ia ditangkap dan barang bukti diserahkan kepada penyidik Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Sumatera. Pada 29 April 2025, proses hukum memasuki babak baru: pelimpahan tahap II ke Kejaksaan Negeri Tembilahan, dengan MS menghadapi ancaman pidana berdasarkan UU Konservasi Sumber Daya Alam Hayati.
Namun penyelidikan tak berhenti di Riau.
Operasi Rahasia di Jantung Kota Pematang Siantar
Hanya sehari berselang, pada 30 April 2025, penyidik Gakkum bersama Korwas PPNS Polda Sumut menggelar operasi senyap di sebuah hotel di Jl. Gereja, Kota Pematang Siantar, Sumatera Utara. Dalam sebuah kamar Hotel Batavia, mereka mendapati dua pria — JSP dan LP — sedang melakukan transaksi serupa.
Barang bukti? Sebuah tas berisi sisik trenggiling, sepeda motor CBR, telepon genggam, dan sebilah sangkur.
Setelah penyelidikan intensif, JSP ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Tanjung Gusta, Medan. LP yang mengantarkan JSP, diperiksa sebagai saksi.
Ancaman Global, Respons Lokal
Trenggiling bukan hanya satwa unik—ia adalah penjaga ekosistem. Hewan pemalu ini memakan ribuan serangga setiap hari, membantu mengontrol populasi rayap dan semut. Namun, mereka menjadi mamalia paling banyak diperdagangkan secara ilegal di dunia, dan Indonesia menjadi salah satu episentrumnya.
Hari Novianto, Kepala Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Sumatera, menyebut Sumatera sebagai jalur penting dalam jaringan penyelundupan satwa. “Kami terus memetakan jaringan dan mengejar pelaku. Ini bukan kasus tunggal, ini bagian dari sindikat,” ujar Hari (06/05/2025).
Sementara itu, Dirjen Gakkum Dwi Januanto Nugroho menegaskan bahwa keberhasilan ini adalah hasil kolaborasi aparat penegak hukum dan bukti nyata konsistensi negara dalam menjaga warisan biodiversitas Nusantara (Marwan Aziz).