Inilah awak kapal penangkap ikan hijau di Taman Nasional Raja Ampat. Foto : Wayag_FotoPatrol.
JAKARTA, BL- Tujuh kapal penangkap ikan hiau ditemukan beroperasi secara illegal di Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN) Waigeo Barat, Taman Nasional Raja Ampat.
Aktivitas mereka mulai diketahui oleh tim Patroli Kawe pada 28 April 2012. Saat itu, tim Patroli Kawe langsung melakukan penangkapan. 7 Kapal itu terdiri dari 1 kapal ikan berasal dari Buton, 2 kapal ikan dari Sorong. Setelah diperiksa seluruh awaknya berasal dari Buton, Sulawesi Tenggara.
Sedangkan 4 kapal ikan lainnya berasal dari Kampung Yoi, Halmahera. Saat dilakukan penangkapan, kapal-kapal ini sempat mengintimidasi kapal Tim Patroli Kawe dengan cara 2 kapal nelayan tersebut menjepit speed Patroli Kawe. Setelah kejadian ini, Tim Patroli Kawe melaporkan ke kantor CII (Conservasi Internasional Indonesia) di Sorong melalui email, dan kemudian diteruskan kantor CII Sorong ke kantor Pos Angkatan Laut di Waisai.
Laporan itu kemudaian ditindak lanjuti oleh Angkatan Laut Wasai. Pada tanggal 30 April pagi petugas patroli Pos Angkatan Laut Waisai bergerak ke KKPN Waigeo Barat dan berhasil menangkap ke 7 kapal ikan di Pulau Sayang. Seluruh dokumen kapal, alat-alat tangkap dan hasil tangkapan disita sebagai barang bukti untuk dibawa ke Waisai.
Sedangkan ke 7 kapal tersebut hanya diminta untuk ke Waisai. Dari cerita kronologis yang disampaikan pihak CII kepada Beritalingkungan.com, tidak ada penjelasan detail apakah ke 7 kapal saat perjalanan menuju Wasai dikawal oleh petugas patroli atau tidak? Namun berdasarkan informasi yang dihimpun hingga berita ini ditulis, ke 7 kapal nelayan itu belum tiba di Wassai. Pihak CII memperkirakan, kemungkinan mereka melarikan diri.
Laksmi Prasvita, Communication and Corporate Engagement Manager Conservation International Indonesia menilai penangkapan ikan di kawasan konservasi Kepulauan Raja Ampat tersebut dikategorikan illgal karena jika mengacu pada zonasi KKPN Waigeo Barat yang terdiri dari 3 zonasi, yaitu zona inti, zona pemanfaatan dan sub zona sasi, maka tidak ada kegiatan penangkapan ikan yang diperbolehkan di kawasan ini kecuali untuk sasi masyarakat adat dari Kampung Selpele dan Salio.
Pada umumnya nelayan yang menangkap ikan secara illegal di KKPN Waigeo Barat berasal dari Halmahera, Buton dan Sorong. Dari barang bukti yang berhasil diaman petugas patroli, ikan-ikan yang mereka tangkap umumnya hiu, lola, lobster dan teripang.
Kepada petugas patroli, mereka mengaku menangkap ikan di KKPN Waigeo Barat umumnya karena ketidapahaman mengenai status KKPN Waigeo Barat. Padahal menurut pihak CII, sosialisasi status kawasan ini sudah dilakukan sejak 2007 ke nelayan-nelayan yang menangkap ikan di KKPN Waigeo Barat.
Mereka juga menggangap Pulau Sayang dan Pulau Piai yang terdapat di dalam KKPN Waigeo Barat dianggap berada dalam wilayah administrasi Kabupaten Halmahera, sehingga ijin-ijin yang digunakan untuk menangkap ikan di KKPN Waigeo Barat berasal dari kepala kampung Yoi, Halmahera.
Secara adat, kedua pulau tersebut milik hak ulayat suku Kawe yang berdomisili di Kampung Selpele dan Salio, Kabupaten Raja Ampat. Selain itu kawasan tersebut sudah ditetapkan sebagai kawasan konservasi oleh pemerintah pusat. “Pemerintah kabupaten dan pusat seharusnya memberikan bantuan penegakan hukum untuk kawasan konservasi tersebut,”kata Direktur Eksekutif CII, Ketut Sarjana Putra saat ditemui di kantornya (1/5).
Kantor sekretariat bersama CII, TNC, WWF yang tergabung melalui program Bentang Laut Kepala Burung (BLKB) telah mengirim surat laporan aduan kepada kepada Gubernur Papua Barat dengan tembusan ke Menteri Kelautan dan Perikanan. Ketiga lembaga konservasi itu berharap agar Gubernur Papua Barat mau bekerjasama membantu mengatasi aktivitas illegal di kawasan konservasi Kepulauan Raja Ampat.
Kepulauan Raja Ampat terletak di barat laut kepala burung Pulau Papua, memiliki kurang lebih 1500 pulau kecil dan atoll (kelompok pulau karang yang melingkar) serta 4 pulau besar yang utama, yakni Misol, Salawati, Bantata dan Waigeo. Luas area ini kurang lebih 4 juta hektar persegi darat dan lautan – termasuk sebagian Teluk Cendrawasih dan merupakan sebagai taman laut terbesar di Indonesia.
Kehidupan hayati dan biota laut Raja Ampat paling kaya dan beranekaragam dari seluruh area taman laut di wilayah segitiga koral dunia, Philipina – Indonesia – Papua Nuigini. Segitiga coral ini merupakan jantung kekayaan terumbu karang dunia yang dilindungi dan ditetapkan berdasarkan konservasi perlindungan alam Internasional. Namun kini, kelestariannya mulai terancam oleh aktivitas kapal penangkap ikan illegal yang memasuki kawasan konservasi bawa laut terindah di dunia itu.(Surya Rinanda Ariani/Marwan Azis).