Ilustrasi, pembabatan hutan besar-besaran untuk areal konsesi kelapa sawit di Kalimatan. Foto : Greenpeace. |
JAKARTA, BL- Komisi Pemberantasan Korupsi diminta segera menjerat pelaku korupsi di sektor kehutanan secara berlapis, tidak saja dengan Undang-Undang Tipikor namun juga dengan UU Pencucian Uang.
Hal tersebut disampaikan Koalisi Anti Mafia Hutan yang terdiri atas gabungan lembaga swadaya masyarakat (LSM) ICW, Walhi, Silvagama, Greenpeace, dan Jikalahari (1/5) saat mengadakan audiensi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dengan beberapa kasus korupsi di kehutanan yang melibatkan sejumlah pejabat publik dan beberapa korporasi.
Koalisi diterima oleh Pimpinan KPK yaitu Abraham Samad, Busyro Muqoddas, dan Bambang Wijayanto. Koalisi Anti Mafia Hutan meminta kepada KPK untuk segera mengusut tuntas sejumlah kasus korupsi kehutanan yang perkaranya hingga saat ini masih menemui jalan buntu. Di bawah ini adalah ringkasan singkat perihal tuntutan Koalisi Anti Mafia Hutan terhadap KPK.
Menurut mereka, kinerja KPK dalam pemberantasan korupsi di sektor Kehutanan belum berjalan secara maksimal.“Selesaikan sampai tuntas kasus-kasus korupsi di sektor kehutanan,” ujar Muslim, Koordinator Jaringan Pekerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) kepada Hukumonline.
Menurut Muslim, dari enam kasus korupsi di sektor kehutanan yang ditangani KPK, setidaknya masih ada aktor intelektual yang belum terjerat. Salah satunya adalah mantan Menteri Kehutanan MS Kaban yang diduga telah memberikan persetujuan dan menandatangani penunjukan langsung kepada PT Masaro Radiokom dalam pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Kementerian Kehutanan.
Padahal, kata Muslim, dalam kasus ini KPK telah menyeret mantan Biro Perencanaan dan Keuangan Kemenhut, Wandojo Siswanto dan Presdir PT Masaro Radiokom,Putranefo Alexander Prayugo ke bui. Dalam kasus ini diduga telah terjadi kerugian negara sebesar Rp89 miliar.
Bukan hanya itu, kata Muslim, selain Kaban, Gubernur Riau M Rusli Zainal juga diduga terlibat dalam kasus korupsi di sektor kehutanan. Menurut Muslim, Rusli selaku gubernur diduga telah menerbitkan 10 Rencana Kerja Tahunan (RKT) dan Bagan Kerja (BK) Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan kayu pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) di Provinsi Riau. “Padahal menurut PP No 34 Tahun 2002, pengesahan dan penerbitan RKT merupakan kewenangan Menteri Kehutanan,” kata Muslim.
Padahal sektor kehutanan menjadi salah satu sektor yang menjadi program prioritas pemberantasan korupsi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2010 dan 2011 adalah sektor korupsi kehutanan. Sektor ini dipilih karena pertimbangan strategis yaitu besarnya nilai kerugian negara, aktor yang diduga terlibat dan dampaknya bagi masyarakat luas. Fokus pemberantasan korupsi disektor kehutanan dilakukan pada bidang penindakan dan pencegahan.
Sejak KPK berdiri sedikitnya terdapat 6 kasus korupsi disektor kehutanan yang telah ditangani oleh lembaga anti korupsi ini. Kasus korupsi tersebut antara lain : Penerbitan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) pada 15 perusahaan yang tidak kompeten dalam bidang kehutanan, kasus izin pemanfaatan kayu (IPK) untuk perkebunan sawit di Kalimantan Timur , dengan tujuan semata untuk memperoleh kayu, pengadaaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Kementerian Kehutanan yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 89 miliar, kasus suap terhadap anggota dewan terkait dengan Pengadaaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Kementerian Kehutanan dan alih fungsi lahan, kasus suap terkait alih fungsi hutan lindung seluas 7.300 hektar di Pulau Bintan, Kepulauan Riau dan kasus suap terkait alih fungsi lahan hutan mangrove untuk Pelabuhan Tanjung Api-Api, Banyuasin, Sumatera Selatan.
Dari kasus-kasus tersebut, tercatat 21 orang aktor telah diproses oleh KPK, diadili dan divonis oleh pengadilan tipikor dan mayoritas telah menjalani pidana penjara di lembaga pemasyarakatan. Mereka terdiri dari 13 orang dari lingkungan eksekutif (mantan kepala daerah, pejabat dinas/kementrian kehutanan atau dinas kehutanan provinsi), 6 orang dari politisi/legislatif dan 2 orang dari pihak swata.
Namun apakah semua kasus korupsi kehutanan yang ditangani KPK tersebut dapat dikatakan sudah tuntas? Dalam Evaluasi Awal yang dilakukan Koalisi Anti Mafia Hutan menemukan bahwa KPK belum sepenuhnya menuntaskan kasus korupsi kehutanan yang ditangani selama ini.
Dalam bidang penindakan misalnya, terdapat sejumlah pihak yang diduga kuat terlibat dalam kasus korupsi kehutanan tersebut namun saat ini masih berstatus sebagai saksi atau belum ditetapkan sebagai tersangka.
Sementara Anggota Badan Pekerja ICW Emerson Yuntho, merekomendasikan agar KPK menggunakan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam menjerat aktor korupsi kehutanan. Ia mengatakan, KPK akan mempelajari hasil evaluasi yang diberikan oleh koalisi.
“Pihak KPK berjanji mempelajari ini. KPK menyatakan kasus yang kita sampaikan masih dalam tahap penindakan, sehingga nama-nama ada bisa terkait dalam kasus yang tengah ditangani,” ujar Emerson seusai bertemu, tiga pimpinan KPK, Abraham Samad, Bambang Widjojanto dan Busyro Muqoddas. (Marwan Azis).