Ilustrasi praktek illegal logging. Foto : Greenpeace. |
Kayu-kayu tersebut disita karena diketahui sebagai hasil pembalakan liar atau illegal logging (Ilog). Kalau tidak berhasil digagalkan polisi, ribuan meter kubik kayu-kayu bodong tersebut rencananya djual keluar negeri.
“Mereka menebangnya bukan dari wilayah tempat izin operasi dan tidak jelas izin dokumennya,” ujar Direktur V Tipiter Polri, Brigadir Jenderal polisi Suhardi Alius kepada wartawan di mabes Polri, Jakarta,
Jumat (21/8) kemarin seperti dilansir persda network.
Dari 6.600 kayu-kayu bodong yang berhasil diselamatkan tim Tipiter Polri, 4.000 meter kubik di antaranya ditemukan di dalam 10 kapal yang berada di wilayah sungai di Sampit. “Kami sebetulnya mendapatkan 12 kapal, tapi yang 2 kapal kosong. Dari 10 itu, 9 di antaranya kapal- kapal besar dan 1 kapal Imba,” jelasnya. Sedangkan 2000 meter kubik lainnya diketahui didapat dari sawmil atau penggergajian kayu. “Jadi disembunyikan di sawmil-sawmil itu,” jelas Suhardi.
Belum satupun tersangka diharing dalam kasus tersebut. Tim Tipiter Polri masih terus melakukan penyisiran di wilayah hulu Sungai. Namun Suhardi berjanji akan membawa seluruh pihak yang dikethui terkait kasus tersebut ke bagian reserse dan kriminal (Bareskrim) Mabes Polri.
Pelimpahan penanganan dan penahanan kedua tersangka tersebut ke bagian reserse dan kriminal (Bareskrim) Polri dimaksudkan sebagai bentuk implementasi janji kepolisian yang ingin lebih tegas menangani kasus-kasus pidana tertentu seperti penambangan ilegal tersebut. “Semua yang ditindak di lapangan akan dibawa ke Jakarta dan diharapkan akan disidangkan di jakarta juga, supaya efek jera terhadap mereka (para pelaku) dapat lebih terealisasi,” ujar Suhardi.
Lebih lanjut Suhardi menegaskan pihaknya juga akan berupaya untuk terus melakukan pengembangan penyelidikan terhadap kasus tersebut. “Mereka mempunyai ratusan collector dan puluhan semelter yang bermain di sana (kasus itu). Barang-barang bukti pun semua dan mungkin banyak yang sudah mengalir ke collector-collector kecil dan besar itu. Kami akan kembangkan ke atas. Siapa-siapa saja pihak yang menerima aliran itu. Siapa-siapa saja pihak yang terlibat hal itu. Kami akan usahakan untuk memutus dan memberantas itu semua,” jelas Suhardi.
Dengan pemberantasan dan pemutusan itu diharapkan Suhardi aliran-aliran ilegal yang merugikan negara seperti kasus tersebut tidak terus hidup. “Kami juga harapkan dengan itu, perusahaan-perusahaan akan menolak menerima barang-barang ilegal seperti itu,” lengkap Suhardi.
Suhardi mengungkapkan hingga saat itu penyidik masih terus melakukan pemeriksaan terhadap kedua orang tersangka. Selain itu penyidik juga akan meminta keterangan saksi-saksi dan saksi ahli serta pemilik dokumen proyek tersebut. “Untuk penelusuran lebih lanjut,” jelas Suhardi. Terhadap tersangka dan mereka yang terlibat dalam kasus itu, Polri akan menerapkan dakwaan pasal berlapis. “Pasal 266 tentang pemalsuan dokumen salah satunya,”tuturnya.
Penyitaan tersebut berawal dari operasi terbatas yang dilakukan oleh Tim Tipiter Polri di beberapa tempat di Indonesia. “Itu perintah langsung dari pak Kapolri untuk mengetahui apakah masih
terdapat pelanggaran penambangan pasir dan hutan secara ilegal? Dan yang kami dapatkan di lapangan seperti itu,” terang Suhardi.
Operasi ini awalnya digelar di Ketapang, Kalimantan Barat. Operasi di wilayah Sampit, Kalimantan Tengah tersebut diungkapkan Suhardi, dilakukan timnya mulai 18 Agustus lalu.**