Desa-desa yang berada di dalam kawasan hutan diyakini belum atau tidak memiliki hak atas tanah yang legal. Foto: Ayobandung.com
JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM – Sebanyak 33 ribu desa di Indonesia hingga kini masih berstatus kawasan hutan, meski secara administrasi desa-desa tersebut berada di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Hal ini diungkapkan Anggota Komite I DPD RI, Pdt Penrad Siagian, dalam rapat Komite I DPD RI bersama Mendagri Tito Karnavian dan Wamendagri Bima Arya Sugiarto, Rabu (11/12/2024).
Menurut Penrad, desa-desa ini mencakup hampir 60 persen dari total 77 ribu desa yang ada di Indonesia. Ia menyoroti persoalan tersebut sebagai masalah besar yang memalukan, terutama karena banyak kantor kepala desa dan fasilitas pemerintahan masih dianggap berada di kawasan hutan secara hukum.
“Bagaimana kita tidak malu dengan kondisi ini? Banyak desa yang penduduknya tidak bisa mendapatkan fasilitas infrastruktur yang layak karena wilayah mereka secara hukum masih dianggap kawasan hutan,” ungkap Penrad seperti dikutip Beritalingkungan.com dari hariansib.com.
Ia mendesak Kemendagri dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan segera berkoordinasi untuk memetakan ulang wilayah administrasi desa-desa tersebut agar dapat dikeluarkan dari kawasan hutan dan memiliki kepastian hukum.
Lemahnya Otonomi Daerah
Dalam rapat tersebut, Penrad juga menyoroti lemahnya implementasi otonomi daerah (Otda) di Indonesia. Ia menyebut otonomi daerah masih berjalan setengah hati akibat ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat yang terus dipertahankan.
“Selama ketergantungan ini berlangsung, cita-cita kemandirian daerah hanya akan menjadi wacana. Harmonisasi undang-undang dan penguatan hak daerah adalah kunci untuk membangun Indonesia yang lebih adil,” ujar Penrad.
Ia juga menyoroti bagaimana provinsi-provinsi kaya di Indonesia justru menjadi daerah yang paling bergantung secara fiskal pada pemerintah pusat. Bahkan, ia mengkritik Undang-Undang Minerba dan UU Cipta Kerja yang dianggapnya menggerus kewenangan daerah dan memperkuat sentralisasi.
Penrad menambahkan, percepatan pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) menjadi solusi untuk memperkuat daerah, selama prosesnya dilakukan dengan baik dan adil. Ia meyakini DOB yang dikelola dengan optimal dapat membantu daerah menjadi mandiri.
“Daerah-daerah yang mengajukan DOB sebenarnya memiliki potensi besar, baik dari segi sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Jika dikelola dengan baik, mereka tidak akan menjadi beban bagi pemerintah pusat,” tutupnya.
Dengan berbagai persoalan yang diangkat, Penrad mendesak adanya harmonisasi regulasi dan langkah konkret untuk memperbaiki status desa di kawasan hutan, memperkuat otonomi daerah, dan mempercepat pembentukan DOB agar pembangunan di Indonesia dapat berlangsung lebih adil dan merata (HS/BL).