JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM – Data Kementerian Pertanian (2020) menyebutkan, luas lahan sawah di seluruh Indonesia mencapai 7,4 juta hektar. Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah petani pada tahun 2019 mencapai 33,1 juta orang.
Di sisi lain, banyak produk pertanian Indonesia tidak bernilai tinggi ketika dijual, dikarenakan belum memiliki nilai tambah atau belum diolah menjadi berbagai varian produk pertanian siap pakai.
Menyoroti pentingnya penemuan inovatif berlandaskan teknologi bagi regenerasi petani muda di Indonesia, Yayasan Inobu, lembaga penelitian nirlaba meluncurkan program akselerasi petani muda bernama Youth Agripreneur Camp (YAC).
Chief Legal Officer Yayasan Inobu Bernadinus Steni mengatakan perkembangan teknologi di dunia pertanian tergolong cukup lambat dan banyak petani tidak mendapatkan pelatihan serta pendanaan yang memadai untuk mendorong penemuan inovatif.
Menurut dia, salah satu contoh potensi ekonomi dari komoditas pertanian bernilai tambah adalah kelapa. Ia merujuk hasil penelitian Lawalata dan Imimpia (2020), yang menyebut olahan kelapa menjadi kopra memiliki nilai tambah sebesar 42,62%.
“Rasio nilai tambah kelapa menjadi semakin tinggi yakni hingga 99.33% ketika diolah menjadi Virgin Coconut Oil (VCO),” katanya.
Persentase itu menunjukkan bahwa dari setiap Rp100 nilai input kelapa yang diolah menjadi VCO, menghasilkan nilai tambah sebesar Rp99,33. Peningkatan ini, dinilai Bernadinus sebagai cerminan peluang kapasitas industri pengolahan hasil pertanian dalam menciptakan nilai tambah. “Belum lagi, jika VCO ini diolah menjadi bahan kosmetik,” ujarnya.
Setiap tahunnya, Indonesia juga memiliki ribuan lulusan mahasiswa dari program pertanian atau teknologi pertanian yang berpotensi untuk melahirkan inovasi di bidang agripreneurship. Mereka dapat mengembangkan produk untuk memajukan sektor pertanian di era revolusi industri 4.0 ini.
“Namun, generasi muda saat ini kurang memiliki lingkungan yang memungkinkan untuk berkarya dan berinovasi di sektor pertanian, membuat banyak lulusan muda mencari kerja di sektor non-pertanian,” terang Bernadinus.
Melihat kurangnya wadah bagi generasi muda untuk bisa berinovasi dalam sektor pertanian, Inobu melalui YAC menggelar kompetisi ide bisnis nasional khusus hasil tani.
“Kompetisi dan program inkubasi ini ingin membuka jalan bagi anak muda yang siap mengambil peran di bidang inovasi hasil pertanian dan akuakultur dalam bentuk produk, jasa, atau teknologi,” jelasnya.
Program ini terbuka bagi mahasiswa Indonesia yang masih aktif berkuliah di program Diploma maupun Sarjana (D3/D4/S1), kelompok pemuda/pemudi umum, serta petani muda dengan rentang usia 17-35 tahun yang tergabung ke dalam satu tim. Setiap tim memiliki anggota tiga hingga lima orang dan wajib mengirimkan proposal singkat mengenai ide inovatif mereka untuk bisa mengikuti kompetisi ini.
“Pada angkatan pertama ini, YAC mengangkat tema ‘Inovasi Hasil Pertanian’ dengan tujuan mendorong anak muda menemukan inovasi yang mereka gemari terkait peningkatan nilai tambah komoditas pertanian untuk produk akhir di sektor hilir, menghasilkan inovasi teknologi industri yang meningkatkan produktivitas dan profitabilitas petani, serta meningkatkan ekonomi kreatif,” katanya.
Nantinya, peserta yang terpilih akan mengikuti proses inkubasi yang berisi rangkaian kelas virtual dan pendampingan dari mentor profesional. Targetnya adalah meningkatkan kapasitas generasi muda dan mempertajam ide bisnis mereka di bidang pertanian dan akuakultur.
“Kemudian, lima tim dengan ide inovatif terbaik akan menerima total pendanaan sejumlah Rp100 juta dan berkesempatan melakukan pitching kepada calon investor untuk membantu pengembangan produk mereka lebih jauh lagi,” katanya.
Bernadinus menambahkan, “Kami tunggu ide inovatif untuk mendukung para petani Indonesia, baik itu dari segi teknologi atau pengolahan hasil panen.”
Adapun pendaftaran dibuka dari 3 November – 11 Desember 2021. Untuk informasi lebih lanjut bisa mengunjungi situs YAC di tanispace.inobu.org. (Jekson Simanjuntak)