MANGGARAI, BERITALINGKUNGAN.COM – Warga Wae Sano yang terdiri dari tiga kampung adat yaitu Dasak, Nunang dan Lempe menyatakan menolak proyek Geothermal yang didanai Bank Dunia. Selanjutnya mereka mendesak Bank Dunia segera membatalkan dukungan dana terhadap proyek tersebut.
Perwakilan warga Wae Sano Yosef Erwin Rahmat menegaskan bahwa alasan penolakan tersebut karena proyek geothermal berpotensi mengancam keutuhan ruang hidup mereka. “Titik-titik pengeboran yang sudah ditetapkan berada di tengah-tengah ruang hidup kami,” terangnya.
Yosef menambahkan, “Yang kami maksudkan dengan ruang hidup adalah kesatuan yang utuh dan tak terpisahkan antara pemukiman (golo lonto, mbaru kaeng, natas labar), kebun pencaharian (umat duat), sumber air (wae teku), pusat kehidupan adat (compang takung, mbaru gendang), kuburan leluhur (lepah boak) dan hutan (puar) dan danau (sano).”
Oleh sebab itu, masyarakat Wae Sano menolak semua titik pengeboran (well pad) yang sudah ditetapkan, baik di Kampung Lempe, Nunang maupun Dasak. Warga juga menyadari jika Bank Dunia yang akan mendanai proyek tersebut terikat oleh prinsip “Persetujuan Tanpa Paksaan berdasarkan Informasi yang Lengkap Sebelumnya” (Free, Prior and Informed Consect, FPIC).
“Kami tegaskan bahwa sudah sejak awal kami tidak pernah sekalipun memberi persetujuan atas proyek geothermal Wae Sano,” jelasnya.
Warga lainnya, Maria Afrida menyatakan hal serupa. Menurutnya, warga sudah menyampaikan penolakan dalam surat yang dikirimkan kepada Bank Dunia pada Februari 2020 dan Juli 2021.
“Meskipun pemerintah dan perusahaan berkali-kali memaksa, membujuk dan merayu kami, bahkan memanipulasi suara penolakan kami, semua itu tidak pernah mengubah sikap penolakan kami terhadap proyek geothermal Wae Sano hingga detik ini,” tegasnya.
Di hadapan delegasi Bank Dunia yang mendatangi dan melakukan pertemuan dengan warga pada Senin (9/5) lalu, Maria menyampaikan bahwa masyarakat hidup di dalam situasi cemas dan penuh ketakutan, karena proyek tersebut terus dipaksakan dengan berbagai cara.
“Kami yakin Bank Dunia tidak ingin terlibat dalam proses pembangunan yang penuh dengan intimidasi dan potensi kekerasan,” paparnya.
Senada dengan itu, warga lainnya Valentinus Emang menegaskan bahwa jika ada pihak-pihak seperti lembaga agama dan kelompok konsultan yang memberikan rekomendasi melanjutkan proyek pengeboran geothermal, dipastikan hal itu merupakan bentuk manipulasi dan pemaksaan kehendak.
“Karena mereka tidak mendapat persetujuan kami sebagai warga yang terkena dampak langsung dari proyek ini,” tegasnya.
Frans Napang, warga lainnya juga mengatakan hal serupa. Menurutnya, jika beredar isu bahwa penolakan warga karena dihasut oleh pihak lain, maka pernyataan itu tidak benar. Di hadapan Bank Dunia, Frans menunjukkan bahwa suara penolakan warga bukan karena dihasut atau dipengaruhi oleh pihak siapapun.
“Alasan penolakan kami sangat jelas yaitu ingin mempertahankan ruang hidup kami. Karena itu, semoga dengan tatap muka dengan Bank Dunia makin memahami alasan mendasar sikap penolakan kami,” ujarnya.
Selanjutnya, Warga Wae Sano yang terdiri dari penduduk di kampung adat Dasak, Nunang dan Lempe menyatakan menolak pengeboran geothermal di dalam ruang hidup mereka dan meminta Bank Dunia menghentikan dukungan dana untuk proyek tersebut. (Jekson Simanjuntak)