
JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) bersama dengan perwakilan dari berbagai daerah melaporkan 47 korporasi yang diduga terlibat dalam perusakan lingkungan dan praktik korupsi sumber daya alam (SDA) ke Kejaksaan Agung pada 7 Maret 2025 lalu.
Korporasi-korporasi ini bergerak di sektor perkebunan sawit skala besar, pertambangan (batu bara, emas, timah, dan nikel), kehutanan, pembangkit listrik, penyedia air bersih, hingga pariwisata.
WALHI memperkirakan potensi kerugian negara akibat dugaan korupsi SDA ini mencapai Rp437 triliun. Beberapa modus yang ditemukan antara lain perubahan status kawasan hutan melalui revisi tata ruang atau melalui pasal 110A dan 110B dalam Undang-Undang Cipta Kerja, gratifikasi melalui pembiaran aktivitas tanpa izin, serta penerbitan izin yang bertentangan dengan tata ruang. Selain itu, WALHI menyoroti praktik State Capture Corruption, yakni upaya membentuk regulasi yang menguntungkan kepentingan eksploitasi SDA dan memberikan impunitas kepada pelanggar lingkungan.
“Kita tidak bisa hanya melaporkan kasus per kasus, tetapi juga harus membongkar modus operandi dari kartel-kartel yang mengonsolidasikan praktik korupsi ini. Sejak 2009, kita melihat proses penjualan tanah air ini terus terjadi dan berpotensi merusak 26 juta hektare hutan Indonesia,” ujar Zenzi Suhadi, Direktur Eksekutif Nasional WALHI.
Dampak Luas Korupsi SDA
Korupsi di sektor SDA ini bukan hanya menyebabkan kerugian negara secara ekonomi, tetapi juga merampas sumber mata pencaharian masyarakat, memicu konflik agraria, serta merusak ekosistem yang berakibat pada biaya eksternalitas tinggi yang harus ditanggung negara. Zenzi menegaskan bahwa Kejaksaan Agung memegang peran kunci dalam memastikan bahwa penegakan hukum berjalan efektif tanpa impunitas bagi pelaku kejahatan lingkungan dan korupsi SDA.
“Kami telah banyak melaporkan kasus-kasus ini, tetapi hanya segelintir yang diproses hingga ke pengadilan. Oleh karena itu, kami mendatangi Kejaksaan Agung untuk mendorong tindakan hukum yang lebih serius terhadap para pelaku,” tambahnya.
Direktur WALHI Kalimantan Selatan, Raden Rafiq, turut menyoroti peran empat perusahaan sawit dan tambang di wilayahnya yang diduga kuat melakukan praktik korupsi SDA. “Ini hanya sebagian kecil dari sekian banyak perusahaan yang telah melanggar aturan dan merugikan masyarakat adat serta petani lokal,” tegasnya.
Sementara itu, Faisal Ratuela, Direktur WALHI Maluku Utara, mengungkapkan bahwa maraknya tambang nikel telah menghancurkan wilayah pesisir dan merusak ekosistem laut. “Penegakan hukum harus segera dilakukan karena bukti yang kami bawa sudah sangat kuat. Apalagi Maluku Utara saat ini menjadi provinsi dengan tingkat korupsi SDA tertinggi di Indonesia,” ujarnya.
Kritik Terhadap Satgas Penertiban Kawasan Hutan
Selain melaporkan dugaan korupsi, WALHI juga memberikan catatan kritis terhadap Satgas Penertiban Kawasan Hutan yang dibentuk melalui Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025. Satgas ini dipimpin oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung.
Menurut WALHI, Satgas ini seharusnya berfokus menindak perusahaan-perusahaan besar yang selama ini menikmati keuntungan besar dari eksploitasi ilegal dan koruptif. Namun, ada kekhawatiran bahwa justru rakyat kecil yang menjadi korban penggusuran atas nama penertiban kawasan hutan.
“Kami mengkritisi dominasi militer dalam Satgas ini serta substansi kebijakan yang bisa berujung pada penggusuran rakyat. Kami akan terus mengawasi kinerja Satgas agar tidak menjadi alat penindasan terhadap masyarakat kecil,” ujar Uli Arta Siagian, Manajer Kampanye Hutan dan Kebun WALHI Nasional.
Harapan untuk Penegakan Hukum
WALHI berharap Kejaksaan Agung segera memproses laporan yang telah disampaikan dan tidak menunda penindakan terhadap korporasi yang terlibat dalam perusakan lingkungan dan korupsi SDA. WALHI juga siap bekerja sama dengan Kejaksaan Agung di tingkat nasional maupun daerah untuk memastikan keadilan lingkungan dan pemberantasan korupsi SDA berjalan dengan efektif.
“Laporan ini bukan sekadar dokumen, tetapi suara rakyat yang selama ini dirugikan. Kami ingin melihat ada tindakan nyata dalam melindungi lingkungan dan menegakkan hukum tanpa pandang bulu,” pungkas Zenzi Suhadi (Marwan Aziz).