JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM – Amnesty International Indonesia menuntut agar dugaan penembakan pengunjuk rasa di Parigi Moutong, Sulawesi Tengah diusut tuntas.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid melalui keterangan tertulis pada Minggu (13/2) mengatakan penembakan itu sebagai tindakan brutal. Oleh karena itu, aparat penegak hukum harus segera mengusutnya, termasuk menginvestigasi aparat yang terlibat penembakan serta perlakuan buruk lainnya yang merendahkan martabat manusia.
“Brutal, sangat brutal, apalagi kami menerima laporan sudah ada korban tewas. Penembakan terhadap pengunjuk rasa damai yang menolak pertambangan di Kabupaten Parigi Moutong tidak bisa dibenarkan,” tegasnya.
Selanjutnya, Amnesty International Indonesia mendesak Komnas HAM melakukan investigasi yang kredibel atas kasus tersebut. Sebelumnya, Sabtu, 12 Februari, sekitar 700 orang dari Kecamatan Kasimbar, Kecamatan Tinombo Selatan, dan Kecamatan Toribulu melakukan unjuk rasa dengan memblokade jalan Trans Sulawesi dalam rangka mengekspresikan penolakan mereka terhadap tambang emas yang beroperasi di daerah tersebut.
Menurut informasi yang diterima Amnesty, pada sekitar pukul 20.30 waktu setempat, anggota Brimob diturunkan ke lokasi untuk membubarkan massa aksi. Pada pukul 24.00, polisi menembakkan gas air mata dan terjadi aksi saling lempar antara massa dan polisi. Pada pukul 01.30, seorang warga Kecamatan Tinombolo Selatan tertembak di dada dan akhirnya meninggal dunia. Akibat kejadian itu, sedikitnya 70 orang massa aksi ditahan polisi.
Penahanan dan dugaan penemabkan itu bertentangan Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang menjamin kebebasan berpendapat dan berekspresi, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 19 dan hak untuk berkumpul secara damai, sebagaimana diatur dalam Pasal 21.
Instrumen ini mengikat semua negara yang telah meratifikasinya, termasuk Indonesia. “Merujuk pada Kovenan ini, ekspresi politik juga merupakan bagian dari kebebasan berekspresi dan berpendapat yang keberadaannya dijamin oleh instrumen hak asasi manusia internasional,” katanya.
Dalam konteks nasional, hak atas kebebasan berkumpul dan berekspresi juga telah dijamin dalam UUD Indonesia, yaitu Pasal 28E ayat (3) UUD 1945, serta Pasal 24 ayat (1) UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Selain itu, penggunaan senjata api oleh aparat seharusnya sesuai dengan Prinsip-Prinsip Dasar Penggunaan Kekerasan dan Senjata Api oleh Penegak Hukum yang dikeluarkan oleh PBB (Basic Principles on the Use of Force and Firearms by Law Enforcement Officials), yang melarang penggunaan senjata api oleh aparat penegak hukum kecuali apabila mutlak diperlukan untuk melindungi diri atau untuk membela orang lain dari ancaman kematian.
Dalam peraturan di tingkat kepolisian sekalipun, pengunaan senjata api secara berlebihan telah tidak sesuai dengan ketentuan pada Pasal 3 Peraturan Kapolri No. 1/2009 tentang Pengunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian serta Pasal 9 dan Pasal 11 Peraturan Kapolri No. 8/2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Tolak Tambang
Perjuangan penolakan tambang emas PT Trio Kencana oleh warga di Kecamatan Toribulu, Kasimbar, dan Kecamatan Tinombo Selatan, Sulteng sudah berlangsung sejak lama.
Berbagai aksi penolakan telah dilakukan sejak Kamis 31 Desember 2020, Senin 17 Januari 2020, Senin (7/2/2022), dan puncaknya pada Sabtu kemarin (12/2/2022). Penolakan disebabkan luas konsensi tambangnya yang mencapai 15.725 hektare, mencakup lahan pemukiman, pertanian dan perkebunan milik warga.
Para petani di wilayah tersebut resah dengan adanya tambang emas, karena akan mencemari dan merugikan areal persawahan milik petani.
Menurut warga, air dari sungai di atas pegunungan akan menjadi keruh dan bahkan menjadi lumpur. Serta masuk di persawahan warga yang mengakibatkan rusaknya tanaman padi dan gagal panen.
Sebelumnya, di Tahun 2019, Bupati Parigi Moutong Samsurizal Tombolotutu mendukung penolakan kegiatan penambangan emas di Kecamatan Tinombo Selatan, Kabupaten Parigi Moutong.
“Saya mendukung penolakan kegiatan tambang emas di Tinombo Selatan. Ini kampung saya dan wajib saya lindungi warga saya. Apa yang petani rasakan saya juga ikut merasakan. Kegiatan tambang emas di sini sangat merugikan petani. Saya juga punya sawah di sini,” kata Bupati Samsurizal kala itu.
Bupati Samsurizal mengatakan, sejak pengalihan kewenangan pertambangan ke pemerintah Provinsi yang diundangkan 2 Oktober 2016, Pemerintah Daerah Kabupaten Parigi Moutong tidak lagi mengurus izin tambang.
Sehingga kewenangan pertambangan ada di Provinsi. Saat itu, ia menyarankan dan meminta para perwakilan warga bersama kepala desa membicarakan dan mencarikan solusinya di tingkat Provinsi Sulawesi Tengah. (Jekson Simanjuntak)