JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM – Sistem pangan lokal yang ditanam dan bisa langsung dikonsumsi, kini menjadi kebutuhan warga perkotaan. Produksi pangan yang bertanggung jawab seperti itu dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan yang tersedia di sekitar kita (urban farming).
Kebun Belakang, salah satu komunitas pertanian perkotaan di Bandung telah melakukan penanaman, pengolahan dan mendistribusikan sayuran, atau hasil ternak produksi mereka. Misbah Dwiyanto dan Ivana selaku pengelola sejak 2014 juga berhasil membangun jejaring dengan petani lokal di sekitar wilayah mereka.
Menurut Misbah semua orang bisa memulainya, selama ada kemauan. “Sebenarnya ini sangat fleksibel dan bisa dilakukan setiap orang sesuai kemampuan, misalkan dengan menanam yang kita butuhkan dan bisa langsung mendapatkan manfaatnya,” katanya pada Webinar “Ketahanan Iklim melalui Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan”, (1/11).
Kedutaan Besar Swedia yang menginisiasi sesi itu dalam rangkaian Pekan Diplomasi Iklim menilai pertanian perkotaan perlu dikembangkan. Indonesia bisa meniru Swedia yang dikenal memiliki pertanian perkotaan yang maju dengan memanfaatkan teknologi artificial intelegence.
SweGreen sebuah perusahaan teknologi pertanian yang berbasis di Swedia, contohnya. Perusahaan tersebut telah mengembangkan sistem pertanian vertikal di perkotaan yang memanfaatkan gedung bertingkat.“Kami menggabungkan ilmu komputer modern, teknologi dan pengetahuan pertanian, untuk secara efisien menumbuhkan sayuran hijau kualitas terbaik dan paling ramah lingkungan di pasar dan 100 persen tanpa limbah, dan hasilnya bisa dinikmati masyarakat lokal,” ungkap Sepehr Mousavi, Chief Innovation Officer dan Founding Partner SweGreen.
Vanessa Letizia, Direktur Eksekutif Greeneration Foundation menyebutkan sistem pertanian perkotaan menjadi solusi menjawab permasalahan isu perubahan iklim, utamanya dalam mengubah sistem pangan nasional untuk mengatasi susut dan limbah pangan (food loss & food waste).
Sementara itu Duta Besar Swedia untuk Indonesia H. E. Marina Berg dalam sambutannya menekankan tentang dampak perubahan iklim yang mungkin berlangsung cukup lama. Menurut Berg, paradigma pemanfaatan sumber daya alam harus mengarah pada ekonomi sirkular yang mengedepankan menjaga sumber daya yang dapat dipakai selama mungkin.
“Jadi sumber daya harus digunakan lebih dari satu kali dan tidak boleh dibuang begitu saja,” tegasnya.
Swedia sebagai negara yang memiliki reputasi sebagai pelopor lingkungan hidup terus melakukan percepatan transisi ke ekonomi sirkular. “Penerapan ekonomi sirkular ini lebih cerdas dan lebih murah. Jauh lebih baik bagi lingkungan, juga memungkinkan menciptakan peluang lapangan kerja baru dan bisnis yang berkelanjutan,” tandasnya. (Jekson Simanjuntak)