JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM — Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mencatat, sebanyak 75% polusi udara di ibu kota disebabkan oleh asap akibat gas buang kendaraan bermotor berbahan bakar fosil.
Sementara itu, data Jakarta.bps.go.id mengungkapkan, pada tahun 2020 terdapat lebih dari 20 juta kendaraan bermotor di Jakarta. Sebanyak 80% diantaranya didominasi oleh kendaraan roda dua.
Engagement Manager dari Traction Energy Asia Ricky Amukti menilai, upaya untuk mengurangi jumlah kendaraan bermotor dengan sosialisasi peralihan ke transportasi umum dan penggunaan kendaraan rendah emisi masih sangat minim dilakukan.
Selain dari emisi kendaraan bermotor, polusi udara di Jakarta juga disebabkan oleh aktivitas PLTU di sekitarnya, yaitu tiga PLTU di Jawa Barat dan tujuh PLTU di Banten.
“Oleh karena itu, Pemprov DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten perlu bekerja sama untuk pengendalian penggunaan PLTU agar bisa memperbaiki kualitas udara menjadi lebih baik,” kata Ricky.
Di sisi lain, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk beralih ke bahan bakar rendah emisi, seperti biofuel generasi kedua dan transisi ke kendaraan listrik. Namun sayangnya, dukungan pemerintah dalam bentuk regulasi masih belum maksimal.
“Padahal hal tersebut dapat menjadi solusi untuk permasalahan polusi udara di kota besar seperti Jakarta,” ungkapnya.
Jika peraturan terkait penggunaan biofuel dan kendaraan listrik diperkuat di sektor transportasi, Ricky meyakini, Indonesia akan memiliki udara yang lebih bersih. Indonesia juga dapat mengurangi ketergantungan impor minyak dan bahan bakar.
“Karena itu, perlu keseriusan agar kedepannya penggunaan BBM bisa berkurang dengan membangun infrastruktur yang baik,” tambahnya.
Peneliti International Council on Clean Transportation (ICCT) Tenny Kristiana mengamini bahwa penggunaan kendaraan listrik mampu mengurangi konsumsi BBM, sekaligus baik untuk mengurangi polusi udara.
Hal itu sejalan dengan program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KLBB) yang didukung oleh Kementerian ESDM, pemerintah daerah serta BUMN dan perusahaan swasta.
“Guna mendukung pengendalian polusi udara, beralih ke kendaraan listrik adalah pilihan yang tepat, sebab kendaraan listrik menghilangkan semua polutan lokal dari kendaraan, seperti NOx, PM, HC hingga CO,” paparnya.
Sebagai tahap awal, Indonesia bisa beralih ke kendaraan listrik, dimulai dari kendaraan umum, kendaraan pemerintah, baru kemudian berlanjut ke kendaraan pribadi, termasuk kendaraan roda dua.
Sebelum kebijakan itu dimulai, Tenny menekankan pentingnya membangun ekosistem kendaraan listrik. Sejumlah hal, mulai dari baterai hingga pembangunan stasiun pertukaran baterai perlu dipikirkan secara matang.
“Hal lainya, secara bertahap mengganti sumber listrik dari bahan baku fosil ke energi terbarukan seperti geothermal, angin, hingga tenaga surya,” kata Tenny.
Tenny juga menjelaskan, pemerintah perlu memberikan lebih banyak subsidi dan insentif bagi pemilik kendaraan listrik, agar bisa menarik banyak peminat baru. Menurut perhitungan ICCT, Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) 0% atau pembebasan pajak transfer saja belum cukup untuk membuat kendaraan listrik bersaingan dengan kendaraan internal combustion engine (ICE).
Selain dapat mengendalikan polusi udara, penggunaan kendaraan listrik juga dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru sebagai efek dari industrialisasi kendaraan listrik.
“Sehingga sumber daya manusia (SDM) Indonesia juga akan menjadi lebih terampil dan terlatih untuk bisa mengembangkan kendaraan listrik produksi dalam negeri di masa depan,” tutupnya. (Jekson Simanjuntak)