Tragedi Sunyi di Pegunungan Arfak, Banjir Bandang Telan 15 Nyawa, 4 Masih Hilang

Bencana Environmental News Terkini

Kepolisian Resor Pegunungan Arfak, Papua Barat, melakukan operasi pencarian 19 warga yang hilang akibat banjir bandang dan tanah longsor di wilayah Distrik Catubouw, Kabupaten Pegunungan Arfak, Provinsi Papua Barat, 16 Mei 2025. Foto : Antara

JAKARTA,  BERITALINGKUNGAN.COM– Suara alam kembali menggelegar dari tanah Papua Barat. Banjir bandang yang menerjang Kampung Jim, Distrik Catubouw, Kabupaten Pegunungan Arfak, telah merenggut sedikitnya 15 jiwa, dengan 4 korban lainnya masih dinyatakan hilang hingga Jumat (23/5).

Bencana yang terjadi pada Jumat malam, 16 Mei 2025, menjadi alarm keras bagi kesadaran kita akan pentingnya mitigasi di wilayah rawan bencana.

Banjir bandang tersebut terjadi sekitar pukul 21.00 WIT, menyusul hujan deras yang mengguyur selama hampir tujuh jam. Air bah menghantam lokasi camp para penambang emas tradisional, menyapu tenda dan peralatan mereka dalam sekejap. Sejak hari kejadian, pencarian terus dilakukan oleh tim gabungan dari BPBD, Basarnas, TNI, POLRI, dan masyarakat setempat.

“Ini bukan sekadar bencana alam, tapi tragedi kemanusiaan. Proses pencarian berjalan sangat menantang karena medan yang berat, cuaca tak menentu, dan terbatasnya akses serta peralatan,” jelas Abdul Muhari, Ph.D., Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB (23/05/2025).

Korban mulai ditemukan secara bertahap: 1 orang pada Minggu (18/5), 5 orang pada Senin (19/5), 3 orang pada Selasa (20/5), dan 5 orang pada Rabu (21/5). Dari total korban meninggal, 8 orang telah teridentifikasi, sementara 7 lainnya masih menunggu proses identifikasi lebih lanjut dan kini dibawa ke RS Bhayangkara untuk penanganan.

Satu kabar melegakan datang dari Erik (25 tahun) yang sebelumnya dikabarkan hilang. Ia ditemukan dalam keadaan selamat dan kini berada di Kampung Kenyum.

Namun, meskipun tidak ada laporan kerusakan bangunan atau pengungsian massal, tantangan di lapangan terus menghantui. Selain medan terjal dan arus sungai yang deras, suhu dingin pada malam hari menguras stamina para petugas, memperlambat proses pencarian dan evakuasi.

Beberapa kebutuhan mendesak pun telah diidentifikasi: logistik makanan dan minuman, alat bantu komunikasi dan penerangan, APD, perlengkapan tidur, ambulans jenazah, bahan bakar, dan alat berat.

“Kami terus mengingatkan semua personil di lapangan untuk mengutamakan keselamatan. Jangan sampai kita kehilangan lebih banyak nyawa karena kondisi yang memaksa,” tambah Abdul Muhari.

BNPB juga mengimbau masyarakat untuk tidak menyebarluaskan informasi atau foto-foto korban yang belum terverifikasi demi menghormati keluarga korban dan menjaga etika kemanusiaan.

Hari-hari ini, Pegunungan Arfak menyimpan duka dalam diam. Di balik kabut yang menggantung dan tanah basah yang beku, masih ada harapan bahwa mereka yang hilang akan ditemukan. Namun yang lebih penting, agar tragedi ini tak terulang, kita semua harus belajar dari peristiwa ini: bahwa alam selalu memberi tanda, dan manusia mesti lebih bijak membacanya (Wan).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *