Hal itu disampaikan, Abdul Halim, Director Indonesia Marine Program Coral Triangle Center TNC. Terkait pengelolaan penyu secara kreatif, Abdul Halim mengaku sudah lama menunggu partner LSM lokal yang bisa diajak kerja sama terkait isu pengelolaan penyu yang baik.
“Tenaga yang ada hanya beberapa orang jelas tak bisa menangani semua. Asal LSM lokal punya ide seperti itu, bisa kami bekerja sama. Banyak hal penting yang tidak bisa kami kerjakan, kami berharap sinergi,” bebernya.
Dengan cara itu, warga bisa mendapatkan manfaat terhadap keberadaan penyu, selain tetap menumbuhkan sektor wisata dan konservasi. Upaya seperti itu perlu dilakukan sehingga masyarakat juga punya rasa memiliki terhadap potensi alam yang ada.
Ia juga berharap, pengelolaan Kawasan Konservasi Laut (KKL) di Berau bisa diperjelas. “Siapa yang memiliki otoritas mengelola itu harus jelas. Sebab ada yang jadi wilayah provinsi serta nasional. Debat itu memakan waktu karena ketidakjelasan otoritas. Sehingga proses lain jadi terhambat,” sebutnya di sela pelatihan lingkungan untuk wartawan yang digelar The Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) di Jakarta, belum lama ini.
Ia juga mendukung upaya pelestarian terumbu karang oleh masyarakat. Hal itu akan semakin baik sehingga masyarakat terlibat dan terumbu karang tidak dirusak. “Malah bagus kalau masyarakat dilibatkan. Ini sangat kami dukung,” ujarnya.
Disampaikan, konservasi seharusnya memang melibatkan masyarakat. Ia menyampaikan, rehabilitasi karang memang tumbuh, tapi keberhasilannya tidak besar seperti yang alami. Selain itu, biaya yang dikeluarkan juga mahal. “Kami tidak pro dengan penanaman karang. Lebih mendukung masyarakat melindungi karang yang sudah ada,” sebutnya. Karena itu, TNC juga tak pernah ada program penanganan karang.
“Selain mahal juga tak efektif,” pungkasnya. Dana monitoring dari TNC siap dilimpahkan ke LSM lokal asalkan ada komitmen. (Endro S Effendi).