Es Greenland. Foto : JChristophe Andre via Pixabay
GREENLAND, BERITALINGKUNGAN.COM – Dalam beberapa tahun terakhir, Greenland mengalami pemanasan yang lebih cepat dibandingkan rata-rata global.
Penelitian terbaru yang dipimpin oleh Profesor Kyung-Ja Ha dari Pusan National University, Korea Selatan, mengidentifikasi radiasi gelombang panjang dari atmosfer ke permukaan saat cuaca cerah (clear-sky downwelling longwave radiation), adveksi kelembaban, anomali tekanan tinggi, dan umpan balik albedo permukaan sebagai faktor kunci yang mendorong percepatan pemanasan ini.
Faktor-faktor tersebut berkontribusi pada pencairan cepat lapisan es Greenland, yang penting untuk memprediksi perilaku lapisan es di masa depan serta dampaknya terhadap kenaikan permukaan laut global.
Pemanasan global yang dipicu oleh aktivitas manusia telah menyebabkan peningkatan suhu rata-rata di seluruh dunia. Namun, Greenland mengalami pemanasan dengan laju yang lebih cepat, mengakibatkan pencairan lapisan es yang semakin cepat.
Pemanasan intensif di wilayah utara ini, yang dikenal sebagai Arctic Amplification, berpotensi meningkatkan permukaan laut secara signifikan, mengancam wilayah pesisir dan ekosistem di seluruh dunia. Memahami penyebab di balik fenomena ini sangat penting untuk memprediksi dampak iklim di masa depan.
Penelitian sebelumnya telah mengaitkan Arctic Amplification dengan proses umpan balik iklim lokal, pelepasan panas dari Laut Arktik, dan transportasi energi dari wilayah selatan. Mencairnya es laut selama musim panas lebih lanjut memperkuat tren pemanasan melalui proses yang dikenal sebagai umpan balik albedo permukaan, di mana lebih sedikit es yang menyebabkan lebih sedikit sinar matahari yang dipantulkan kembali ke angkasa.
Selain itu, indeks blokade Greenland—mode iklim yang menunjukkan kekuatan kondisi tekanan tinggi yang memblokir di atas Greenland—telah dikaitkan dengan tren suhu di wilayah tersebut. Namun, studi-studi terdahulu umumnya lebih fokus pada tren pemanasan secara keseluruhan, seringkali mengabaikan penyebab spesifik dari peristiwa suhu ekstrem dari tahun ke tahun dan bergantung terutama pada model keseimbangan energi.
Untuk mengatasi kekurangan ini, tim peneliti yang dipimpin oleh Profesor Kyung-Ja Ha dari Departemen Sistem Iklim di Pusan National University, termasuk Manuel Tobias Blau dari universitas yang sama dan Dr. Eui-Seok Chung dari Divisi Ilmu Atmosfer di Korea Polar Research Institute, menyelidiki tren pemanasan abnormal di Greenland dari tahun 1979 hingga 2021.
“Dalam penelitian ini, kami fokus pada gangguan anggaran energi permukaan dari tahun ke tahun untuk menjelaskan suhu ekstrem di Greenland,” jelas Prof. Ha. Studi ini dipublikasikan dalam jurnal Communications Earth & Environment pada 28 Juli 2024 seperti dikutip Beritalingkungan.com dari laman pusan.ac.kr (29/8/2024).
Para peneliti menggunakan kerangka kerja anggaran energi permukaan yang memisahkan kontribusi dari sumber radiasi dan non-radiasi untuk menganalisis peristiwa anomali suhu di Greenland. Temuan mereka mengungkapkan bahwa peningkatan radiasi gelombang panjang dari atmosfer ke permukaan pada hari-hari cerah serta umpan balik albedo permukaan adalah faktor dominan dalam pemanasan permukaan Greenland.
Mereka juga menyelidiki mekanisme peningkatan radiasi pada hari cerah ini dan menemukan peningkatan suhu atmosfer sebagai penyebab utama. Secara spesifik, pada tahun-tahun hangat, kombinasi peningkatan suhu permukaan dan pemanasan troposfer menyebabkan pertukaran panas yang turbulen antara atmosfer dan permukaan. Proses ini juga meningkatkan transportasi kelembaban dari selatan ke Greenland dan berkontribusi pada pembentukan sistem tekanan tinggi, mirip dengan antisiklon blokade, yang memerangkap dan mempertahankan kondisi hangat. Dinamika ini mengakibatkan pencairan es yang intens, menciptakan lingkaran umpan balik yang lebih memperkuat efek pemanasan. Selain itu, berbagai mode variabilitas iklim alami, khususnya yang terkait dengan indeks blokade, dapat memperkuat atau mengurangi tren pemanasan ini, yang menyebabkan peristiwa suhu ekstrem.
“Hasilnya menunjukkan dampak signifikan dari variabilitas alami dalam menjelaskan anomali atmosfer yang mengarah pada musim panas ekstrem di Greenland,” kata Prof. Ha. Menyoroti pentingnya studi ini, ia menambahkan, “Dengan mempertimbangkan perubahan iklim, suhu musim panas ekstrem di Greenland akan semakin mempercepat pencairan lapisan es, yang mengarah pada kenaikan permukaan laut yang cepat.”
Dengan mengungkap faktor-faktor penyebab suhu musim panas ekstrem di Greenland, studi ini menawarkan wawasan penting yang dapat membantu memproyeksikan perkembangan masa depan lapisan es Greenland dan memberikan informasi untuk strategi pencegahan degradasi lebih lanjut (Marwan Aziz)