JAKARTA, BL- Setelah dokumen Strategi Nasional REDD+ selesai disusun dan disahkan September lalu, Hari ini Satgas Persiapan Kelembagaan REDD+ mensosialisakan dokumen Rencana Aksi Nasional (RAN) REDD+.
Acara yang dikemas dalam bentuk konsultasi publik ini berlangsung selama dua hari, 18-19 Desember di Jakarta. Acara ini melibatkan berbagai unsur masyarakat mulai dari perwakilan kementerian dan lembaga, beberapa pemerintah provinsi, organisasi masyarakat sipil dan adat, organisasi non pemerintah, serta praktisi dunia usaha. “Saya optimis konsultasi publik ini mampu menyempurnakan RAN REDD+ sehingga memiliki daya-terima yang tinggi dari para pihak” kata Ketua Satgas Persiapan Kelembagaan REDD+, Kuntoro Mangkusubroto dalam rilisnya yang diterima Beritalingkungan.com
Ketua Tim Kerja Implementasi Strategi dan Pemrograman Satgas REDD+, Mubariq Achmad menjelaskan bahwa konsultasi publik ini merupakan kegiatan penggalangan masukan konstruktif atas dokumen RAN REDD+ yang disiapkan oleh tim kerjanya.
Pelibatan berbagai unsur masyarakat dalam konsultasi publik ini merupakan upaya mendapatkan masukan komprehensif sehingga dokumen RAN REDD+ dapat memperoleh penerimaan dan dukungan dari berbagai pihak. “Konsultasi Publik ini dapat dikatakan puncak dari rangkaian kegiatan Tim Kerja Implementasi Strategi dan Pemrograman Satgas REDD+,”kata Mubariq.
Jauh sebelumnya, tim ini secara simultan telah menjaring dan mengolah masukan melalui serangkaian proses fasilitasi penyusunan Strategi dan Rencana Aksi Provinsi (SRAP) di 11 Provinsi prioritas pelaksana program REDD+ di Indonesia. Proses yang dilakukan simultan ini, untuk memastikan pendekatan dan substansi RAN REDD+ konsisten dan akomodatif terhadap berbagai konteks, situasi dan kondisi daerah. “Itu sebabnya dalam konsultasi publik ini juga mengundang perwakilan ke11 Provinsi Prioritas Pelaksana REDD+. “RAN REDD+ ini disusun dengan semangat partisipasi yang inklusif,” tandas Mubariq.
Mubariq menjelaskan, secara substansial, baik dokumen Stranas REDD+, RAN REDD+ maupun SRAP REDD+ menguatkan momentum perlunya perubahan mendasar dalam tata kelola sumber daya alam, terutama yang berbasis lahan, dan perubahan itu memerlukan upaya ekstra yang tidak biasa (busines unusual). “Upaya ekstra yang tidak biasa ini pada hakekatnya adalah langkah strategis menopang pencapaian beragam target fisik pengurangan emisi, terutama sebagaimana telah tertuang dalam RAN GRK dan RAD GRK,”jelasnya. (Marwan Azis).