WAKATOBI, BERITALINGKUNGAN.COM – Menyandang status sebagai taman nasional dengan luas ± 1.320.987 hektare dan memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah, pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan di Kabupaten Wakatobi mutlak dilakukan.
Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) bersama Jasa Raharja mendukung Balai Taman Nasional Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam rangka pengelolaan sumber daya hayati lestari di Desa Kulati, Kecamatan Tomia Timur, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara.
Direktur Program Kelautan YKAN Muhammad Ilman menjelaskan bahwa upaya itu sebagai bentuk sinergitas antara semua pihak. Sinergitas diwujudkan melalui bermacam kegiatan, seperti pengelolaan sampah terpadu, pemberdayaan perempuan di wilayah pesisir, dan pendidikan lingkungan hidup.
“Kemitraan ini merupakan salah satu bentuk membangun sinergi dalam mendukung pengelolaan sumber daya hayati secara lestari di Kabupaten Wakatobi,” jelasnya.
Ilman menegaskan, apabila sebuah kawasan konservasi dikelola dengan baik maka akan mampu memberikan banyak manfaat, baik secara ekonomi maupun ekologi bagi masyarakat setempat.
Pesona Desa Kulati
Selama ini, Desa Kulati terkenal akan pemandangan alamnya yang mempesona. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam surveinya menyebut Desa Kulati memiliki indeks kesehatan terumbu karang 10 dan dinyatakan sebagai salah satu tempat dengan kondisi terumbu karang paling baik di Indonesia.
Ekosistem terumbu karang yang sehat mendukung produktivitas sektor perikanan. Selain itu, Desa Kulati juga menyimpan berbagai situs-situs bersejarah. Dengan segenap potensinya, tak salah jika masyarakat dan Pemerintah Desa Kulati mempunyai visi untuk menjadikan Desa Kulati sebagai desa ekowisata.
Kepala Unit Operasional dan Humas Jasa Raharja Cabang Sulawesi Tenggara Putu Agus Erick SW mengamini keindahan alam Desa Kulati. Oleh sebab itu, pengelolaan sumber daya hayati harus dilakukan secara berkelanjutan agar manfaatnya bisa dirasakan hingga generasi mendatang.
“Jasa Raharja melalui Program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) terpanggil untuk mendukung upaya-upaya pengelolaan sumber daya hayati secara lestari di Desa Kulati, Kecamatan Tomia Timur, Kabupaten Wakatobi,” katanya.
Harapannya, terbangun sinergitas yang baik sehingga akan mendukung Kabupaten Wakatobi tetap lestari. Seperti halnya persoalan yang kerap ditemui di wilayah kepulauan, salah satu tantangan terbesar Desa Kulati adalah dalam hal pengelolaan sampah.
Sejauh ini, Desa Kulati hanya memiliki lahan terbatas untuk menampung sampah serta mendapat kiriman sampah dari luar daerah yang terbawa arus laut dan angin. Desa yang berada di Pulau Tomia itu telah berhasil secara mandiri dalam menangani sampah, baik dari hasil kegiatan domestik warga, aktivitas ekowisata, maupun sampah yang terbawa oleh arus laut.
Kemandirian tersebut salah satunya berkat dukungan YKAN dan Jasa Raharja bersama Kelompok Ekowisata Masyarakat Desa Kulati Poassa Nuhada melalui serangkaian kegiatan pengelolaan sampah terpadu. Kegiatan itu dimulai dari pemilahan sampah, proses daur ulang, pembuatan kompos dan menerapkan proses pirolisis, program bersih sampah, hingga pendidikan lingkungan hidup.
Ketua Kelompok Poassa Nuhada Nyong Tomia menjelaskan bahwa metode pirolisis yang mereka lakukan penting untuk memproses sampah plastik menjadi bahan bakar solar. Jenis sampah plastik yang dapat diolah menjadi solar ada tiga, antara lain High-Density Polyethylene (HDPE) berupa sampah plastik keras, Low-Density Polyethylene (LDPE) berupa kantong plastik, dan Polypropylene (PP) berupa plastik kemasan gelas air mineral.
”Kapasitas mesin pirolisis adalah 4 kilogram sampah plastik sekali produksi. Dari situ bisa dihasilkan solar sebanyak 2,8 liter,” ujarnya.
Dalam sehari Nyong menegaskan bahwa pihaknya mampu memproduksi maksimal 4 kali. “Meski masih dalam tahap uji coba, solar yang dihasilkan sudah kami pakai untuk bahan bakar mesin perahu,” ungkapnya.
Nyong menambahkan, tidak semua sampah plastik bisa diolah menjadi solar, sehingga kemudian dimanfaatkan untuk membuat ecobrick. Saat ini, solar hasil dari pirolisis ini masih akan diteliti lebih lanjut di laboratorium.
Upaya penanganan sampah plastik di Desa Kulati juga dilakukan melalui kegiatan pendidikan lingkungan hidup. Target kegiatannya adalah anak-anak dan remaja.
Kegiatan penyadartahuan yang dilakukan sejak dini bertujuan menanamkan nilai cinta lingkungan yang harapannya bisa membentuk pola pikir dan sikap mereka untuk mendukung pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. Melalui kegiatan interaktif, anak-anak di Desa Kulati diajak untuk mengenali permasalahan lingkungan, seperti sampah, termasuk upaya penanganannya.
Kepala Desa Kulati La Ode Burhanuddin mengatakan, kegiatan pengelolaan sampah terpadu sangat menginspirasi warga dan akan terus melanjutkannya di masa depan.
“Saat ini kami sedang menyiapkan lahan khusus untuk pengelolaan sampah. Kegiatan pengelolaan sampah terpadu ini juga meningkatkan kesadaran masyarakat Desa Kulati untuk selalu menjaga kebersihan lingkungannya,” ujarnya.
Pemberdayaan Perempuan dan Keberlanjutan
Kemitraan YKAN dan Jasa Raharja di Desa Kulati juga dilakukan dengan mendampingi kelompok perempuan Padatimu To’asoki. Tak bisa dipungkiri, salah satu aktor penting dalam pengelolaan pesisir adalah perempuan.
Didirikan pada 3 Juli 2021, kelompok Padatimu To’asoki dibentuk untuk meningkatkan kemampuan para anggotanya termasuk di sektor usaha perekonomian.
Ketua Kelompok Padatimu To’asoki Yulianti Rahman menegaskan bahwa pihaknya telah mengembangkan produk berupa kerupuk ikan simba (Caranx ignobilis). Setelah melalui serangkaian tahapan, mulai dari identifikasi potensi, penguatan kelembagaan, pelatihan produksi, dan uji coba resep, kerupuk ikan simba mulai diluncurkan pada Oktober 2021.
“Meski masih relatif baru, kelompok ini telah mendapat banyak pelanggan di luar Pulau Tomia, bahkan hingga Papua dan Halmahera,” ujarnya.
Untuk mendukung upaya pemanfaatan sumber daya laut yang bijak dan lestari, Kelompok Padatimu To’asoki membuat kesepakatan konservasi. Salah satu poin pentingnya adalah bahwa sebagai bahan dasar kerupuk, ikan simba hanya boleh ditangkap dengan alat yang ramah lingkungan dan tidak merusak.
”Sebagai perempuan pesisir yang bergantung dari sumber daya laut, kami sadar arti penting kelestarian laut bagi keberlanjutan usaha kami ini. Jika laut sehat, maka ikan juga akan terus ada,” tandasnya. (Jekson Simanjuntak)