OKI, BERITALINGKUNGAN.COM — Inug Dongeng seorang seniman dongeng dan pendidik yang menetap di Palembang membagikan kisah tentang pentingya menjaga habitat gajah kepada murid Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Desa Jadimulya, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatra Selatan.
Saat mendongeng, ratusan siswa terlihat sedih dan tertawa. Tepatnya ketika kisah seorang anak yang melarang keluarga dan warga desanya untuk mengusir gajah yang masuk ke kebun mereka.
“Siapa yang lebih dulu hidup di sini (Air Sugihan), gajah atau manusia?” tanya Inug, seusai pertunjukan, Sabtu [15/07/2022].
“Gajah!” jawab puluhan siswa dengan suara lantang.
Pria kelahiran Yogyakarta itu lalu menjelaskan mengapa manusia perlu melindungi gajah. “Kita harus berbagi tempat hidup dan juga makanan. Kita tidak boleh berkata dan bertindak kasar, sebab kalau gajah marah kita akan rugi,” jelas Inug.
Dia juga mengingatkan agar tidak mendekati gajah liar, sebab mereka tetaplah satwa liar. “Satwa yang besar dan kuat, kalau dia bercanda pasti cideralah kita. Kucing yang bercanda saja sering melukai kita,” paparnya.
Kepala SDN 1 Jadi Mulya Gomfrid Tambunan, dalam sambutannya mengajak para siswa untuk bersama-sama menjaga dan menyayangi gajah. “Gajah kan hidup lebih dulu dari manusia di Bumi, maka manusia wajib melindungi gajah,” katanya.
Selain dongeng, juga dilakukan pemutaran film dokumenter yang menampilkan cuplikan pertunjukan dongeng oleh Inug Dongeng, pandangan pakar gajah, pemerintah desa, tokoh masyarakat, para guru, serta para siswa.
“Film ini selain ditayangkan di kanal youtube kami, yakni Rumah Sriksetra, juga akan diputar keliling pada delapan sekolah di desa yang berbatasan dengan koridor gajah Sugihan-Simpang Heran,” kata Taufik Wijaya dari Rumah Sriksetra, sebuah komunitas film dokumenter lingkungan dan budaya.
Taufik menambahkan, “Dampak yang diharapkan dari kegiatan ini adanya pengetahuan dan pemahaman pada generasi muda di Air Sugihan, sehingga saat ini dan mendatang mereka dapat hidup berdampingan, berbagi, dan harmonis dengan gajah.”
Seusai mendengarkan dongeng dan film dokumenter para siswa menuliskan pesan dan kesan. Salah satunya oleh Via Dona Arsinta yang menulis “Semoga kita bisa hidup bedampingan dengan gajah”. Lalu Faiz Habib Nasrullah mengatakan, “Kita tidak boleh membuat rumah di jalan gajah”, atau Ria Susanti yang berpesan, “Dengan adanya gajah kita bisa melestarikan hutan.”
Pertunjukan dongeng itu merupakan bagian dari kegiatan “Gajah dan Manusia Hidup Harmonis” yang merupakan edukasi tentang gajah bagi para siswa sekolah dasar di Kecamatan Air Sugihan, yang berlangsung Juli-September 2022.
Kegiatan tersebut merupakan kolaborasi Belantara Foundation, Forest Wildlife Society dan Rumah Sriksetra, yang didukung KNCF (Keidanren Nature Conservation Fund) yang berbasis di Jepang.
Direktur Eksekutif Belantara Foundation Dolly Priatna menyatakan bahwa lanskap Padang Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan merupakan salah satu dari sedikit kantong populasi gajah yang memiliki peluang hidup jangka panjang.
“Oleh karena itu, program konservasi gajah Sumatera di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan yang kami lakukan bersama mitra fokus pada tiga aspek, yaitu pelatihan mitigasi konflik manusia dan gajah, edukasi dan penyadartahuan anak tentang gajah dan ekosistemnya, serta penanaman pakan gajah dan penggaraman tanah untuk penambahan nutrisi”, ujar Dolly.
Dolly berharap kegiatan ini dapat menguatkan program konservasi gajah yang telah dilakukan sebelumnya, sehingga mendorong terwujudnya harmonisasi dan koeksistensi kehidupan gajah dan manusia di Padang Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan.
Kantong Sugihan-Simpang Heran
Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatrensis), salah satu spesies atau sub spesies gajah yang masih bertahan di Pulau Sumatera. Dari masa purba (megalitikum) hingga hari ini, gajah memiliki hubungan istimewa dengan manusia. Masyarakat yang hidup di Pulau Sumatera berdekatan dengan habitat atau koridor gajah. Masyarakat menghormati megafauna itu dengan menyebutnya “datuk”.
Pada saat ini, populasi gajah Sumatera terus terancam. Baik oleh perburuan (gading), dibunuh karena dianggap hama perkebunan dan pertanian, hingga hilangnya habitat dan koridornya.
Populasi gajah Sumatera saat ini dibawah 2.000 individu. Mereka hidup dalam sejumlah kantong pada wilayah dataran tinggi hingga dataran rendah (pesisir), mulai dari Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung dan Bengkulu.
Salah satu kantong gajah di Sumatera Selatan berada di Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) yakni kantong Sugihan-Simpang Heran. Koridornya melalui kawasan konsesi PT. KEN [Kerawang Ekawana Nugraha], PT. SBA (Sebangun Bumi Andalas), PT. BAP (Bumi Andalas Permai), hingga PT. BMH (Bumi Mekar Hijau).
Tercatat sedikitnya 48 individu gajah liar hidup di kantong Sugihan-Simpang Heran, yang terbagi bagi dalam empat kelompok (keluarga).
Kantong gajah Sugihan-Simpang Heran bagian dari lanskap Padang Sugihan, yang terdiri empat kantong gajah liar yakni kantong Cengal, Penyambungan, Sebokor, dan Sugihan-Simpang Heran. Luasnya mencapai 232.338,71 hektar. Sekitar 127 individu gajah liar yang hidup di lanskap Padang Sugihan.
Kantong gajah Sugihan-Simpang Heran sangat penting bagi masa depan gajah Sumatera. Sebab sejak proyek transmigran dilakukan pemerintah di Air Sugihan pada 1982, sering kali terjadi konflik manusia dengan gajah. (Jekson Simanjuntak)