
BOGOR, BERITALINGKUNGAN.COM– Kerja Sama Operasi (KSO) antara PT Perkebunan Nusantara (PTPN) dan mitra bisnisnya di kawasan resapan air Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, mendapat sorotan tajam dari Anggota Komisi VI DPR RI, Asep Wahyuwijaya. Ia mendesak agar seluruh KSO tersebut segera dibatalkan demi hukum, mengingat dampak buruknya terhadap lingkungan dan dugaan pelanggaran tata ruang.
Asep menyoroti perubahan dalam Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jawa Barat tahun 2022 yang dinilainya membuka celah bagi kepentingan bisnis, termasuk dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan pihak swasta. Salah satu perubahan mencolok adalah status Gunung Mas yang kini dapat dijadikan kawasan permukiman.
“Saya melihat ini seperti by design. Perda RTRW diubah, BUMD masuk menjalin KSO dengan PTPN, lalu mereka bekerja sama dengan pihak yang berkaitan dengan Urbane Indonesia, bekas kantor konsultannya Ridwan Kamil saat masih menjabat Gubernur Jawa Barat. Semua ini ada benang merahnya,” ujar Asep dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (20/3/2025).
Bencana Lingkungan Akibat Proyek Ilegal
Asep menegaskan bahwa proyek-proyek tersebut tidak hanya menyalahi aturan tata ruang yang ditetapkan pemerintah pusat, tetapi juga berkontribusi besar terhadap bencana lingkungan, terutama banjir. Ia bahkan mendapat laporan bahwa aliran hulu Sungai Ciliwung yang seharusnya berkelok-kelok malah diluruskan demi kepentingan bisnis.
“Ini keterlaluan. Saya tidak habis pikir bagaimana bisa sampai kepikiran mengubah aliran sungai demi bisnis. Pihak kabupaten memberikan kemudahan izin, tetapi mestinya PTPN sebagai prinsipal tidak ikut terseret arus ini,” tegasnya.
Aroma Korupsi dalam Proyek-Proyek KSO
Selain masalah lingkungan, Asep juga menyoroti dugaan praktik korupsi dalam proyek-proyek tersebut. Ia menduga ada penggelapan dana yang dilakukan oleh direksi perusahaan yang terlibat dalam berbagai KSO. Ironisnya, di tengah dugaan penyimpangan ini, para pekerja justru mengalami kesulitan ekonomi.
“Harus ada tindakan nyata untuk mengatasi dampak buruk proyek ini, termasuk pemulihan kembali fungsi resapan air melalui penghijauan massif,” lanjut Asep.
Ia menegaskan bahwa keberlanjutan lingkungan harus menjadi prioritas utama agar bencana yang lebih besar tidak kembali terjadi di masa depan.
“Yang harus dilakukan PTPN ke depan adalah penghijauan kembali secara masif. Jangan sampai bencana seperti banjir di Bogor hingga Bekasi terus berulang. Malu sekali kita,” tandasnya.
Dengan desakan ini, masyarakat dan pihak berwenang diharapkan segera mengambil tindakan untuk meninjau ulang proyek-proyek di kawasan resapan air Puncak demi keberlanjutan lingkungan yang lebih baik (Wan)