JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM– Indonesian Institute of Journalism (IIJ) bersama PT. Enviro Misi Global (Envmission) akhir pekan lalu menggelar diskusi online dengan tema penting: “Food Waste, Inisiatif Pelaku Usaha, dan Program Makan Bergizi Gratis”. Diskusi ini menjadi ajang berbagi wawasan dari berbagai narasumber lintas sektor, dengan moderasi oleh Icci Ulfa Djalawali.
Direktur IIJ, Umar Idris, membuka acara dengan seruan kepada jurnalis untuk menggali isu limbah makanan (food waste) melalui karya jurnalistik yang mampu memberi dampak positif pada lingkungan dan masyarakat.
Dampak Limbah Makanan dan Solusi Berkelanjutan
Dalam paparan Gusti Raganata, Chief Operating Officer Envmission, Indonesia menghasilkan sekitar 20,9 juta ton limbah makanan per tahun, yang menyumbang 39,85% dari total limbah di TPA. Angka ini diprediksi meningkat hingga 54% pada 2030 jika tidak ada intervensi signifikan.
Dampaknya tidak hanya pada beban lingkungan tetapi juga emisi gas rumah kaca yang memperparah perubahan iklim. Meski pemerintah telah menargetkan pengurangan limbah hingga 47% pada 2029, Gusti mengingatkan bahwa program-program seperti Program Makan Bergizi Gratis berpotensi meningkatkan food waste hingga 25% tanpa mitigasi efektif.
Ia mengusulkan solusi melalui strategi inovatif, seperti daur ulang kreatif dan pengolahan limbah menjadi produk bernilai tambah, termasuk kompos, bioenergi, dan briket.
Langkah Hijau Toko Kopi Tuku
Pegita Yuni Aditya, Sustainability Officer dari Toko Kopi Tuku, memaparkan langkah konkret yang telah diterapkan oleh jaringan kopi ini untuk mengurangi limbah. Dengan 56 cabang di seluruh Indonesia, Tuku menggunakan bahan daur ulang untuk kemasan dan kantong belanja, melibatkan 11 keluarga di Gunung Sindur untuk proses daur ulang.
Pada tahun 2023, dari 18 toko Tuku, sebanyak 37 ton limbah berhasil diolah menjadi resin, biogas, biomassa, kompos, hingga pakan maggot. Inisiatif ini tidak hanya mengurangi limbah ke TPA tetapi juga meningkatkan efisiensi kerja karyawan dan kepuasan pelanggan.
Sekretaris Jenderal PHRI, Maulana Yusran, menyoroti tantangan yang dihadapi hotel dan restoran dalam mengelola limbah. Rata-rata, hotel menghasilkan 1,8 kg sampah per orang per hari, dengan limbah sarapan pagi sebagai kontributor utama.
Namun, kebijakan Pemda DKI melarang pembuangan sampah ke TPA tanpa solusi alternatif, meskipun retribusi tetap dikenakan. Inisiatif di Semarang yang mendonasikan makanan sisa melalui aplikasi menjadi salah satu contoh kolaborasi inovatif yang patut diadopsi di daerah lain.
Kolaborasi untuk Masa Depan Berkelanjutan
Diskusi ini menggarisbawahi perlunya sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat dalam mengatasi masalah limbah makanan. Kebijakan yang adil, edukasi masyarakat, dan solusi inovatif menjadi kunci dalam mencapai target SDGs poin 11 (Kota Berkelanjutan), 12 (Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan), dan 13 (Aksi Iklim).
Dengan kolaborasi yang kuat, harapan akan lingkungan yang lebih sehat dan ekonomi yang berkelanjutan bukanlah angan belaka. Diskusi ini menjadi langkah penting menuju masa depan yang lebih hijau dan berkeadilan (Marwan Aziz)