Aksi para aktivis lingkungan dan masyarakat setempat tolak pembangunan PLTU Batang. |
JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM- Japan Bank for International Cooperation hari ini mengumumkan perjanjian kredit sebesar US$2.052.000 dengan PT Bhimasena Power Indonesia.
“Ini adalah pukulan besar bagi petani lokal dan nelayan Batang yang telah berjuang dengan gagah berani selama hampir lima tahun untuk melindungi ladang dan wilayah perikanan tangkap mereka dari rencana ini.” kata Arif Fiyanto, Koordinator Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara.
Dijelaskan, PLTU Batang tidak hanya merampas akses ke ladang mereka, tetapi juga telah menjadi ancaman yang sangat nyata untuk kesehatan masyarakat sekitar. Klaim JBIC (Japan Bank for International Cooperation) bahwa PLTU Batang menggunakan teknologi yang ramah lingkungan adalah penipuan. PLTU yang melepas SO2 dan NOx ke udara, serta berkontribusi besar terhadap perubahan iklim, tidak bisa ramah lingkungan.
Sebuah laporan Greenpeace yang dikeluarkan pada 2014, Kita, Batubara, dan Polusi Udara, menemukan bahwa emisi udara beracun dari PLTU Batang akan membunuh 800 orang per tahun, atau sekitar 30.000 orang selama masa operasional yang diharapkan.
Fiyanto menambahkan, Presiden Bank Dunia, Jim Yong Kim, bulan lalu menyoroti bahaya perkembangan batubara di Asia.
Dia mengatakan bahwa batubara sama dengan bencana bagi planet ini. Persetujuan JBIC untuk kredit ini membawa kita satu langkah lebih lebih dekat menuju bencana itu.
“Sangat mengecewakan bahwa JBIC percaya mendanai proyek ini sama dengan membantu pembangunan Indonesia. Padahal dana tersebut akan jauh lebih bermanfaat jika digunakan untuk membangun potensi energi terbarukan yang sangat besar di Indonesia, yang akan memberikan listrik bersih lagi aman bagi masyarakat saat ini, serta bagi generasi mendatang.”tuturnya.
Pada Sabtu pagi (04/06), masyarakat di wilayah Batang akan mengadakan protes di dalam dan di permukaan laut, sebagai wujud penolakan terhadap operasi pengeboran yang dilakukan oleh perusahaan terkait proyek Batang. Lebih dari 100 kapal nelayan akan bergabung bersama petani lokal pada aksi tersebut. Masyarakat juga telah mempertahankan “tenda perlawanan” selama beberapa minggu, yang berdiri tak jauh dari pagar yang menutup akses ke lahan pertanian mereka.
“Pengumuman ini sangat mengejutkan masayarakat Batang. JBIC dan pemerintah Indonesia tidak pernah mendengarkan suara kami. Presiden Jokowi gagal menepati janji untuk mementingkan masyarakat dari pada perusahaan.” kata Cahyadi, salah seorang petani dari Karanggeneng.
Abdul Hakim, salah satu pemimpin nelayan, mengatakan bahwa PLTU Batang tidak hanya merampas ladang milik masyarakat, tetapi juga akan menghancurkan lahan perikanan yang sangat produktif di perairan sekitar Batang.
“Kami akan terus menentang proyek ini, sampai suara kami didengar oleh pemerintah kita,” katanya. (BL).
–>