Seorang penggembala Fulani (Fulbe) memindahkan ternaknya ke Senegal pada tahun 2015. Sebagian besar migrasi terjadi di dalam batas negara sebagai respons terhadap perubahan yang lambat seperti penurunan produktivitas lahan akibat kekeringan. Hilangnya hijauan makanan ternak terkadang mendorong keluarga agropastoralis untuk bermigrasi. Foto: Jonathan Salerno.
COLORADO, BERITALINGKUNGAN.COM– Penelitian baru mengungkapkan bahwa perubahan iklim dan lingkungan sering kali mendorong masyarakat pedesaan untuk bermigrasi, terutama jika lahan tempat mereka tinggal tidak lagi mendukung mata pencaharian mereka. Dalam proses ini, populasi yang berpindah dapat mengubah lingkungan di tempat mereka menetap.
Dalam sebuah makalah perspektif yang dipimpin oleh Universitas Negeri Colorado dan dipublikasikan di Nature Sustainability, para ilmuwan menyerukan perhatian lebih pada dinamika migrasi pedesaan dan interaksinya dengan perubahan iklim dan lingkungan.
Penelitian tersebut menyoroti bahwa pemahaman yang lebih dalam mengenai proses-proses ini diperlukan untuk merumuskan kebijakan keberlanjutan dalam menghadapi perubahan iklim dan penggunaan lahan yang tidak dapat dihindari serta migrasi yang terkait.
Menurut Jonathan Salerno, seorang ahli ekologi dan penulis utama makalah ini, migrasi dari pedesaan ke pedesaan akan menjadi semakin relevan di tahun-tahun mendatang sebagai akibat dari perubahan iklim dan penggunaan lahan.
“Kebanyakan orang cenderung memilih migrasi yang lebih kecil dan murah dibandingkan dengan perpindahan besar yang mahal. Namun, perpindahan yang lebih pendek ini dapat memperburuk perubahan lingkungan lokal dan regional,’ujarnya Salerno seperti dikutip Beritalingkungan.com dari colostate.edu (19/08/2024)
Salerno menekankan pentingnya mengintegrasikan ilmu sistem lahan—yang mempelajari lahan itu sendiri serta bagaimana manusia menggunakannya—ke dalam studi migrasi. Hubungan antara kedua bidang ini dapat membantu menghasilkan kebijakan yang lebih baik.
Perubahan iklim diperkirakan akan berdampak tidak proporsional terhadap negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Oleh karena itu, pengelolaan penggunaan lahan di masa depan akan menjadi kunci dalam adaptasi terhadap perubahan ini. Salah satu opsi kebijakan yang diusulkan adalah memberikan alat yang lebih baik kepada masyarakat pedesaan untuk beradaptasi dengan perubahan iklim dan lingkungan di tempat mereka tinggal, sehingga migrasi menjadi kurang diperlukan.
Estimasi terbaru menunjukkan bahwa jumlah migran internasional secara global mencapai sekitar 280 juta orang, dengan migran internal diperkirakan dua hingga tiga kali lipatnya. Namun, data mengenai migrasi dari pedesaan ke pedesaan sangat minim, karena perpindahan regional jarang dilacak oleh pemerintah.
Salerno menekankan pentingnya memahami dinamika migrasi internal ini, terutama di daerah pedesaan di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah yang sangat bergantung pada dan terpengaruh oleh perubahan iklim dan lingkungan.
Salerno menjelaskan bahwa keputusan untuk bermigrasi didasarkan pada kombinasi faktor struktural skala besar seperti politik, ekonomi, atau perubahan lingkungan, serta sumber daya pribadi seperti jaringan sosial, uang, lahan, dan ternak. Migrasi sering kali dikaitkan dengan penurunan produktivitas lahan yang lambat, seperti kekeringan berkepanjangan atau penurunan kualitas tanah, yang dapat memotivasi masyarakat untuk pindah.
Dalam upaya untuk memahami proses ini, Salerno dan timnya telah mengembangkan model sistem migrasi-lahan berbasis agen (Migration-Land Systems Model) yang mengintegrasikan teori migrasi dengan faktor iklim-lingkungan dan ilmu sistem lahan. Model ini memungkinkan eksplorasi hubungan antara peristiwa lingkungan atau sosial di suatu lokasi dengan dampaknya pada fungsi lahan dan layanan ekosistem di wilayah lain yang jauh.
Tim ini berencana untuk menerapkan model tersebut pada data yang telah mereka kumpulkan sejak 2009 mengenai migrasi pedesaan di komunitas agropastoral di Tanzania. Dengan demikian, mereka berharap dapat menganalisis skenario migrasi di Tanzania sebagai respons terhadap perubahan iklim (Marwan Aziz)