Ilustrasi panen kopi Gayo. Foto: Fahreza Ahmad/theglobejournal.com |
Kopi merupakan satu-satunya komoditas unggulan saat ini di tanah Gayo, khususnya di Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Tengah. Belum ada komoditas lain yang mampu menggantikan peran kopi
baik secara ekonomi maupun sosial budaya masyarakatnya.
Sebagai daerah yang terletak di ketinggian di atas 700 mdpl, kedua kabupaten yang berhawa dingin ini memang sangat cocok dengan tanaman kopi, disamping sejumlah jenis sayuran daerah dingin seperti kentang, kol, wortel, dan sebagainya.
Namun kini kondisi di Tanah Gayo tidak sama dengan beberapa puluh tahun yang lalu. Daerah dingin ini kini semakin panas. Hal ini diakui oleh Kepala Bappeda Aceh Tengah Harun Manzola dalam sebuah kesempatan kepada Greenacehnews di Takengon belum lama ini. Menurut Harun, peningkatan suhu udara terasa signifikan di siang hari. Hal ini berdampak pada produksi kopi yang cenderung menurun produktivitas dan kualitasnya.
Harun menjelaskan bahwa dari 18 Miliar Rupiah PAD Aceh Tengah pertahun, sebagian besar disumbangkan dari sektor kopi. Artinya, kopi memegang peran yang sangat penting dalam perekonomian masyarakat Gayo. Jenis kopi yang tumbuh subur di Gayo, menurut Harun, adalah jenis Arabika. ‘Sebagian besar produksi kopi Arabika Gayo diekspor ke berbagai pasar kopi di Eropa dan Amerika’, tambah Harun.
Kebun kopi Gayo. Foto : Istimewa. |
Menurut beberapa sumber yang ditelusuri Greenacehnews, luas areal kopi Arabika di dua kabupaten di Gayo mencapai 70.000 hektar. Potensi produksi kopi Arabika Gayo di Aceh mencapai 6.000 ton per tahun yang setara dengan nilai uang mencapai 500 Juta Dolar Amerika atau sekitar dengan 4,6 Triliun Rupiah.
Produktivitas kopi Gayo rata-rata antara 700 sampai 750 kg gabah (kopi sudah dikupas kulit luarnya) per hektar.Namun kondisi saat ini sudah mulai berbeda. Karena pemanasan global, beberapa petani kopi Gayo di Bener Meriah menyebutkan bahwa produksi kopi mereka rata-rata menurun sampai 20%.
Sementara itu, peneliti IGA yang juga Direktur Redelong Institute di Bener Meriah mengatakan bahwa perhatian pemerintah selama ini dalam optimalisasi pengelolaan kopi sangat rendah. Sehingga produktivitas kopi masih jauh dari yang diharapkan.
“Ada tidak adanya pemerintah, petani kopi tetap bisa menjalankan usahanya”, tegas Fakhruddin. Seharusnya pemerintah menyiapkan berbagai regulasi dan infrastruktur untuk mendukung pengembangan kopi secara optimal, termasuk dengan mendorong peningkatan nilai tambah kopi dengan mendirikan pabrik pengolahan kopi di Gayo.
Bagi Fakhruddin, kopi Arabika Gayo sangat bagus cita rasanya di tingkat internasional sehingga perlu ditingkatkan proses pengelolaannya. Selama ini, petani kopi mengelola secara tradisional dengan perawatan yang minim. Kalau pemerintah memberi insentif kepada petani, maka perawatan akan lebih baik dan efektif dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi.
Apalagi dengan perubahan iklim, lanjut Fakhruddin, pemerintah perlu melakukan sesuatu untuk adaptasi dan mitigasi. ‘Kalau di tingkat petani misalnya dengan memperbanyak pohon pelindung’, tambah putra Gayo ini. Demikian juga pemerintah perlu melakukan pembatasan pembukaan lahan baru untuk kebun kopi, dalam rangka menjaga iklim lokal tetap kondusif untuk perkembangan kopi di masa yang akan datang.
Sumber : Greenacehnews.