JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM – Krisis pangan menjadi momok di seluruh dunia seiring dengan meningkatnya populasi penduduk, terbatasnya lahan dan sumber daya alam, dan krisis iklim yang terjadi diseluruh dunia.
Krisis pangan bukan hanya tentang ketersediaan pangan tapi juga tentang kualitas pangan. Pertanian organik memiliki peran dan kontribusi dalam menyediakan pangan yang berkualitas dan memastikan sistem pangan berkelanjutan.
Hal itu dipaparkan Presiden Aliansi Organis Indonesia Emilia Setyowati saat membuka Diskusi Publik Pertanian Organik Solusi Pangan Berkelanjutan di Jakarta (13/12). Menurutnya, pertanian organik memiliki empat prinsip utama yang selaras dengan prinsip pembangunan berkelanjutan antara lain prinsip kesehatan, prinsip ekologi, prinsip keadilan, dan prinsip perlindungan.
“Pangan organik bukan hanya lifestyle segelintir orang, tapi jadi kesadaran bersama untuk pangan dan planet yang berkelanjutan,” terang Emilia
Pada kesempatan itu, Koordinator Pangan dan Pertanian Direktorat Pangan dan Pertanian BAPPENAS Noor Avianto menjelaskan bahwa setidaknya dua aspek penting yang dibangun dalam roadmap pertanian organik dalam rencana pembangunan ketahanan pangan Indonesia yang holistik, yakni aspek harga untuk petani dan aspek pemasaran dari masyarakat.
“Pertanian organik juga menjadi bagian dari regenerative food system dan mendorong tumbuhnya ekonomi sirkular,” terangnya.
Sementara itu, Diah Ariyani, Koordinator Perumusan Standar Keamanan dan Mutu Pangan Badan Pangan Nasional (BAPANAS) menegaskan peran pertanian organik sebagai solusi pangan antara lain integrated production yang mengarah kepada kemandirian pangan untuk smallholder farmer, meningkatkan pendapatan dan akses terhadap pangan yang beragam, dan partisipasi dalam perlindungan sumber daya alam dan lingkungan untuk memastikan produksi pangan yang berkelanjutan.
Diah juga menekankan arah kebijakan pengembangan pangan organik ke depannya dengan mendorong revisi Regulasi Sistem Pertanian Organik dan Revisi SNI Pertanian Organik.
“Revisi ini diharapkan dapat mengakomodir lebih banyak perkembangan dalam praktek pertanian organik di Indonesia,” ujarnya.
Sementara itu, Kementerian Pertanian yang diwakilkan oleh Adi Setiyanto menyoroti tantangan pengembangan pertanian organik dalam hal akses sertifikasi produk organik yang mahal bagi petani kecil.
“Kementan mendorong adanya penjaminan mutu atau sertifikasi yang lebih murah dan terjangkau mulai dari lahan, input, proses produksi, panen, hingga pasca-panen agar produk pangan organik memiliki pasar yang lebih luas,” ujar Adi.
Pernyataan itu sejalan dengan gerakan Penjaminan Mutu Organis Indonesia (PAMOR) yang digagas dan digerakkan oleh Aliansi Organis Indonesia (AOI). Direktur Aliansi Organis Indonesia Pius Mulyono menjelaskan bahwa PAMOR Indonesia merupakan Participatory Guarantee System (PGS) atau sistem penjaminan partisipatif
“PGS menjadi suatu solusi untuk menjawab tantangan mahalnya dan sulitnya akses sertifikasi organik bagi petani kecil di Indonesia,” jelas Pius.
Senada dengan itu, Petani dan Peneliti Pertanian Organik Bibong Widyarti menyuarakan peran pertanian organik dalam upaya membangun ketahanan pangan yang berkelanjutan.
Mengambil studi kasus diversifikasi pangan sumber karbohidrat di 7 kelompok masyarakat adat di beberapa wilayah di Indonesia, ternyata sebanyak 80-100% menjadikan beras sebagai sumber pangan karbohidrat utama disusul komoditas singkong, sagu, jagung, ubi-ubian, kentang, biji-bijian, dan olahan gandum.
“Saat ini kita memasuki pertanian organik 3.0 dimana kita berfokus dalam diversifikasi pangan, memperluas konversi lahan organic, dan mendorong pertanian organik yang inklusif,” jelasnya.
Sebagai penutup diskusi, Dewi Hutabarat dari Koperasi Benih Kita Indonesia (Kobeta) selaku moderator menyimpulkan dan mendorong rencana tindak lanjut yang sinergis antara BAPPENAS, BAPANAS, Kementan, Peneliti, dan NGO untuk mengembangkan pertanian organik secara holistik,
“Antara lain dengan mendorong revisi regulasi tentang Pertanian Organik, mendorong adaptasi dan pengakuan Sistem Penjaminan Partisipatif di Indonesia, dan secara berkala menyediakan Statistik Pertanian Organik Indonesia untuk mendukung pangan yang berkelanjutan,” ujarnya. (Jekson Simanjuntak)