Contoh kursi bentuk daun. Foto : Istimewa. |
SEMARANG, BL-Berada di Pulau “Dewata” Bali tak serta merta memberikan kemudahan. Itu dialami Asosiasi Pengrajin Industri Kecil (APIK) di Singaraja, Kabupaten Buleleng. Asosiasi dengan 100 anggota dan berdiri sejak 2001 ini belum bisa optimal menikmati jerih payahnya akibat mata rantai pasar yang cukup panjang.
Selama ini, produk-produk kerajinan dan mebel APIK sudah berhasil menembus pasar ekspor, terutama ke Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Masalahnya, APIK belum bisa melakukan ekspor sendiri. Untuk bisa melakukan ekspor APIK masih harus bergantung pada pedagang dan eksportir.
“Ini mengakibatkan harga ekspor menjadi lebih mahal sehinga memperlemah daya tawar komoditas kerajinan dan mebel produksi APIK dalam menghadapi persaingan. Dampak lainnya, kesempatan untuk menggenjot produk pun menjadi terkendala,” kata Gusti Putu Armada, Ketua APIK.
Armada mengatakan, produk kerajinan APIK yang diekspor masih harus melewati dua hingga tiga tangan perantara. Belakangan memang sudah ada pembeli dari luar negeri yang datang langsung ke Buleleng. Ini sedikit membantu APIK membuka pasar baru. Tapi jumlahnya pembali langsung dari luar negeri ini belum seberapa.
Produk APIK pun belum meluas keluar ke pasar nasional, dan masih berkutat di Bali saja. Jika produk kerajinan APIK bisa mendapatkan bantuan untuk memperluas jaringan pemasarannya ke pasar nasional dan dunia, itu akan menjadi pendorong yang sangat positif. Bantuan itu akan membuka lapangan kerja baru, selain juga akan mendongkrak omset.
Selama ini APIK mencatat bahwa pendapatan dalam dapat mencapai Rp 75 juta per bulan dengan 22 orang pekerja dan jumlah produksi 400 – 500 pieces.
Langkah lain APIK untuk memantapkan ekspornya adalah melalui sertifikasi atas produk-produknya, terutama yang berbahan dasar kayu.
Untuk sertifikasi ini, APIK memilih Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), yang sesuai dengan pertaturan Kementerian Kehutanan RI, merupakan syarat wajib bagi para pelaku industry dan eksportir mebel serta kerajinan berbahan dasar kayu. SVLK sesuai dengan maraknya gerakan di kalangan masyarakat negara-negara tujuan ekspor yang menuntut legalitas kayu bahan dasar kerajinan dan mebel yang masuk ke sana. Ini bertujuan untuk mengerem laju pembalakan hutan.
Untuk menuju SVLK, APIK selama ini mendapat pendampingan dari lembaga donor dari Inggris, Multistaholder Forestry Programme (MFP). Dari 100 petani anggota asosiasi, 80 di antaranya telah sepakat ikut untuk mendapatkan sertifikat SVLK. ( Everany)