Lapisan dingin laut. Foto : exeter.ac.uk
ATLANTIK, BERITALINGKUNGAN.COM– Penelitian terbaru menunjukkan bahwa perbedaan suhu halus di lapisan permukaan laut meningkatkan kemampuan laut untuk menyerap karbon dioksida (CO₂).
Lapisan tipis ini, yang disebut sebagai “kulit laut” dengan ketebalan hanya 0,01 mm atau lebih tipis dari sehelai rambut manusia, ternyata sedikit lebih dingin dari air di bawahnya, sehingga lebih efisien dalam menyerap CO₂ dari atmosfer.
Para ilmuwan telah lama menduga bahwa suhu yang lebih rendah pada kulit laut ini dapat meningkatkan jumlah karbon dioksida yang diserap oleh laut, mengingat perbedaan konsentrasi gas antara lapisan tipis tersebut dan air yang berada sekitar 2 mm di bawahnya sangat menentukan proses pertukaran karbon dioksida antara atmosfer dan lautan. Namun, ini adalah pertama kalinya pengamatan langsung yang detail berhasil dilakukan di laut.
Penelitian yang dipimpin oleh ilmuwan dari Kampus Penryn Universitas Exeter di Cornwall ini menggunakan pengukuran presisi tinggi untuk mengonfirmasi bahwa perbedaan suhu di lapisan permukaan laut ini benar-benar mempercepat proses penyerapan karbon. Berdasarkan penelitian ini, lautan Atlantik diperkirakan mampu menyerap sekitar 7% lebih banyak CO₂ per tahun dibandingkan perkiraan sebelumnya.
“Penemuan kami memberikan data pengukuran yang menguatkan pemahaman teoritis tentang fluks CO₂ di permukaan laut,” jelas Dr. Daniel Ford, penulis utama studi tersebut seperti dikutip Beritalingkungan.com dari laman exeter.ac.uk (1/11/2024)..
“Dengan berlangsungnya konferensi perubahan iklim COP29 bulan depan, penelitian ini menyoroti pentingnya lautan dalam menyeimbangkan karbon global dan memperbarui perhitungan emisi yang dipakai sebagai panduan penurunan emisi karbon.”ujarnya.
Dalam proyek yang didukung oleh Badan Antariksa Eropa (ESA), pengukuran dilakukan melalui sistem khusus yang mengamati perbedaan kecil kadar CO₂ di udara, baik yang mendekati permukaan laut maupun yang menjauh dari permukaan, serta suhu yang sangat rinci pada lapisan air permukaan. Hingga saat ini, perkiraan fluks CO₂ antara udara dan laut sering kali mengabaikan pentingnya perbedaan suhu di lapisan dekat permukaan.
Dr. Ian Ashton, salah satu anggota tim penelitian, menyebutkan, “Penelitian ini adalah hasil dari upaya bertahun-tahun oleh tim ilmuwan internasional. Dukungan ESA sangat penting dalam membangun kampanye pengukuran berkualitas tinggi ini di seluruh lautan.”
Penemuan ini juga menjadi bagian penting dalam laporan terbaru tentang anggaran karbon global, membantu memperbaiki model iklim global dan memprediksi lebih akurat siklus karbon dan dampak perubahan iklim.
Penelitian ini, yang dipublikasikan dalam jurnal Nature Geoscience berjudul “Enhanced ocean CO₂ uptake due to near surface temperature gradients,” menggambarkan pentingnya memahami mekanisme-mekanisme alam yang halus seperti perbedaan suhu kecil di lapisan permukaan laut ini (Marwan Aziz)