Inilah orangutan yang bernama Palengsi yang baru dilepasliarkan di hutan Pematang Gadung, Kalbar. Foto : Abdulrahman Alqadrie/IAR. |
KETAPANG, BL-Setelah melewati masa rehabilitasi di Pusat Rehabilitasi dan Konservasi Orangutan Yayasan IAR Indonesia di Ketapang, orangutan yang diberi nama Palensi kembali dilepasliarkan di hutan Pematang Gadung, Kalimantan Barat.
Orangutan tersebut awalnya ditemukan di hutan dekat Dusun Pelansi Kuala Satung, Kabupaten Ketapang pada bulan April 2012 dalam keadaan menyedihkan dengan luka membusuk akibat jerat pemburu ditangan kanannya yang sangat serius dan nyaris terputus. Akhirnya orangutan tersebut diberi nama Palensi.
Menurut rilis Yayasan IAR yang diterima Beritalingkungan.com, orangutan jantan ini diperkirakan sekitar 13 tahun, proses penyelamatan dari luka yang sangat serius menyebabkan tangan kanannyaharus di amputasi sampai mendekati batas siku demi menyelamatkan hidupnya.
Dari hasil pemeriksaan kondisi kesehatan dan pengamatan perilaku selama berada di Pusat Rehabilitasi dan Konservasi Orangutan IAR Ketapang, Pelansi dinyatakan siap untuk dilepasliarkan kembali ke habitat alaminya di areal hutan Desa Pematang Gadung karena hutan asalnya sudah habis dikonversi menjadi lahan perkebunan kelapa sawit.
Selama proses pelepasliaran Pelansi dipasangi alat micro-chip untuk memberikan identitas bahwa orangutan tersebut pernah dirawat di pusat rehabilitasi sehingga mudah untuk dimonitor tim selama beberapa waktu untuk memastikan Pelangsi dapat survive dihabitat alami.
Direktur Eksekutif Yayasan IAR Indonesia drh. Karmele Liano Sanchez menyampaikan Pelangsi adalah Orangutan liar selama 12 tahun lebih hidup di hutan, jadi disegerakan setelah lukanya sembuh untuk segera dilepasliarkan kembali karena cacat mental karena perburuan dan deforestrasi habitat lebih susah diobati dari pada luka fisik”
Dalam arti sebaiknya orangutan yang berada dipusat rehabilitasi berasal dari penyelamatan dialam atau masih belum terlalu lama berinteraksi dengan manusia siap secara fisik dan mental untuk segera dilepasliarkan kembali kehabitat alami untuk mempertahankan sifat liarnya.
Pelansi akan di monitor secara intensif untuk beberapa waktu oleh Tim dari Yayasan IAR Indonesia dan bekerja sama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat – Seksi Konservasi Wilayah I Kabupaten.
Monitor ini adalah untuk mengetahui adaptasi Pelansi di habitat aslinya setelah beberapa waktu di rawat di pusat rehabilitasi. Metode yang di gunakan adalah dengan mengikuti aktivitas harian Pelansi mulai dari bangun tidur sampai kembali kepohon tidurnya dan untuk meyakinkan bahwa kondisi cacat yang di alaminya tidak berpengaruh banyak dalam beraktivitas dan bertahan hidup di hutan.
Drh Karmele Liano Sanchez menjelaskan, ada banyak alasan orangutan seharusnya hidup dihabitat aslinya terpaksa berada di pusat rehabilitasi, diantaranya berasal dari serahan masyarakat setelah dipelihara atau hasil sitaan, akibat perburuan liar, alih fungsi lahan menjadi perkebunan, penebangan liar, pertambangan, perdagangan ilegal maupun konflik dengan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan.
Berdirinya pusat rehabilitasi untuk merawat dan menyembuhkan orangutan yang sakit atau terluka, anak orangutan yang ditinggal induknya, selanjutnya dilatih agar mereka dapat beradaptasi dengan lingkungan sehingga dapat bertahan hidup dan siap untuk dikembalikan ke habitat aslinya. Menyedihkan karena tidak semua orangutan yang ada di pusat rehabilitasi dapat dilepasliarkan kembali dengan beberapa alasan penting, seperti perilaku yang tidak mampu hidup kembali di hutan, faktor kesehatan atau penyakit permanen sehingga tidak memungkinkan untuk dilepasliarkan kembali.
Pemerintah Daerah Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat memberikan dukungan penuh yang dilakukan oleh BKSDA Kalimantan Barat Seksi Konservasi Wilayah I Kabupaten Ketapang dan Yayasan IAR Indonesia dalam upaya pelepasliaran orangutan Pelansi ke areal hutan Pematang Gadung.
Menurut Bupati Ketapang, Drs Hendrikus Msi, hutan bukan saja penyaring udara tetapi juga menjaga keanekaragaman hayati. “Saya tidak ingin generasi mendatang hanya mendapat cerita mengenai kelimpahan sejumlah spesies seperti Orangutan dongeng karena terbabat habis, serta jangan sampai anak cucu kita hanya mengetahui gambarnya saja,”ujarnya seperti dikutip dalam rilis Yayasan IAR.
Pemilihan areal hutan Pematang Gadung menurut pihak Yayasan IAR, telah melalui tahap studi penilaian terlebih dahulu dan diketahui memiliki habitat dan daya dukung lingkungan yang sesuai sebagai lokasi pelepasliaran Pelansi. Hutan Pematang Gadung di dominasi dengan tipe hutan rawa gambut dengan kedalaman lebih dari 5 meter dan memiliki nilai konservasi tinggi serta keanekaragaman flora dan fauna yang masih alami.(Marwan Azis).