Burung maleo, salah satu satwa endemik Sulawesi yang menghuni Cagar Alam Morowali. Foto : Istimewa.
JAKARTA, BL- Ekspansi pertambangan di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tenggah dalam kurun waktu lima tahun terakhir dilaporkan meningkatkan signifikan.
Salah satu perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Morowali adalah PT Gema Ripah Pratama yang dituding oleh Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) melakukan aktivitas terlarang di areal konservasi Cagar Alam Morowali.
Informasi terbaru yang diperoleh Beritalingkungan.com dari JATAM menyebutkan PT Gema Ripah Pratama memulai beroperasi sejak Oktober 2011. Perusahaan yang bergerak diusaha pertambangan nikel ini dituding melakukan aktivitas pembabatan hutan bakau di areal yang masuk kawasan Cagar Alam Morowali, dengan lebar 15 meter dan panjang nya kurang lebih 1200 meter untuk di jadikan pelabuhan pemuatan orb nikel oleh PT Gema Ripah Pratama.
Tanggal 1 Juni 2012, PT Gema Ripah Pratama telah melakukan aktivitas operasi produksi, membangun jalan hauling koridor tambang galian ke Pelabuhan yang membentang di tengah-tengah pemukiman penduduk dengan total areal konsesi 150 hektar.
PT Gema Ripah Pratama memperoleh Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi Produksi No: 540.3/SK.002/DESDM/XII/2011 dengan luas 145 hektar. Dan PT. Eny Pratama Persada yang belakangan diketahui oleh warga setempat telah melakukan penebangan dan pembabatan hutan mangrove di sepanjang areal desa Tambayoli, Tamainusi dan Tandayondo, temuan warga Tambayoli.
JATAM mencatat hingga saat ini, jumlah IUP yang diterbikan oleh Bupati Morowali diperkirakan 189 IUP yang mengancam kelestarian areal konservasi Cagar Alam Morowali.
Angka itu merupakan akumulasi dari sekian banyak perusahaan pertambangan yang ada ada disana, tetapi hanya ditetapkan sebanyak 77 IUP yang masuk kategori Clean and Clear. Sisanya, beroperasi tanpa kendali dan control yang memadai. Sehingga pelanggaran hukum laju kerusakan hutan terjadi dan berlangsung tanpa ada upaya untuk menghentikan.
Berdasarkan hasil investigasi lapangan oleh Petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam Resort I Kolonedale tanggal 8 hingga 9 November 2011 mendapatkan sejumlah temuan antara lain hutan mangrove yang terbentang di pesisir Pantai Tambayoli, Tamainusi, Tandoyondo merupakan batas alam dan masuk dalam kawasan Cagar Alam Morowali yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No:237/Kepts-11n/1999 tanggal 21 April 1999 dengan luas 209.400 hektar.
Koordinator Nasional JATAM, Andri S Wijaya melalui keteranganrilis persnyamengungkapkan,perusahaan tersebut melakukan operasi produksi dengan menumpuk orb di Desa Tambayoli seluas satu hektar, hanya bermodal IUP eksplorasi. Selain membabat dan merusak Cagar Alam Morowali, perusahaan ini juga melakukan penjualan orb tanpa izin ekspor dan menyalahi Kepmen no 7 tahun 2012 tentang larangan ekspor mentah bahan tambang.
JATAM mencatat dibalik penetapan Cagar Alam Morowali memang diawali oleh situasi konflik pengelolaan sumber daya alam yang melibatkan masyarakat lokal. Sejak tahun 1999 saat Cagar Alam Morowali ditetapkan sebagai kawasan proteksi, puluhan masyarakat sekitarnya yang mencoba memanfaatkan hasil-hasil hutan secara subsisten dipenjarakan.
Bahkan pada tahun 2009, seorang warga setempat mati sakit akibat dipenjara karena dituduh merambah dikawasan Cagar Alam. Padahal masyarakat mengatakan bahwa petani tersebut mengambil kayu diluar Cagar Alam Morowali.
Kawasan mangrove di Cagar Alam Morowali. Foto : Istimewa.
Tetapi ketika tambang datang, pemerintah setempat tidak berbuat apa-apa, justru membiarkan kerusakan hutan terjadi. Padahal kawasan ini menyimpan keanekaragaman hayati yang kaya, jenis hutan yang ada di dalamnya berupa hutan pantai, hutan mangrove, hutan lumut dan, hutan alluvial dataran rendah hingga jenis hutan pegunungan.
Juga terdapat beberapa jenis fauna yang ada di dalam cagar alam Morowali, seperti anoa, babirusa, kera, kus-kus beruang, musang serta babi hutan dan rusa. Selain itu, ada jenis burung seperti Maleo, burung Gosong dan masih banyak jenis burung lainnya berada di dalam kawasan Cagar Alam tersebut.
Ancaman kerusakan lingkungan fatal disertai ketidakadilan atas pemanfaatan ruang-ruang produksi, dan pemagaran akses secara timpang mendorong JATAM Sulawesi Tengah bersama masyarakat Soyo Jaya melakukan protes atas aktivitas pertambangan GRP yang secara terang-terangan merusak Cagar Alam Morowali.
Mereka menyebarkan petisi online untuk menghentikan aktivitas pertambangan nikel di dalam Cagar Alam Morowali. Hingga berita ini dibuat tercatat sudah ada 55.250 orang dari seluruh dunia yang mendukung desakan padaPresiden Republik Indonesia Cq Kementeriaan Kehutanan untuk segera menghentikan aktivitas eksploitasi nikel yang dilakukan di dalam Cagar Alam Morowali.
Redaksi Beritalingkungan.com telah berupaya melakukan konfirmasi menghubungi pihak PT Gema Ripah Pratama ke nomor 021-93628877 yang diperoleh melalui browsing internet, namun nomor telpon tersebut tidak aktif atau tak bisa dihubungi. Beritalingkungan.com juga berhasil melacak link page facebook PT Eny Pratama Persada, sayangnya di page tersebut tidak ada nomor kontak perusahaan yang bisa dihubungi. (Marwan Azis).