JAKARTA, BL- Satwa yang dilindungi undang-undang, masih diperjualbelikan bebas di gerai internet. Pedagang menganggap operasi penyitaan hanya angin lalu. Inilah cerita penelusurannya.
Rumah bercat putih itu menjorok ke dalam, melewati sebuah gang sempit di samping rumah makan di sebuah kompleks lapangan tak terurus, tak jauh dari pertigaan Situ Gintung, Ciputat, Tangerang. Tanpa pagar, rumah ini berdiri di ujung jalan buntu. Di halamannya tumbuh pohon jambu, rambutan dan mengkudu, tempat yang cukup nyaman dan sejuk untuk memelihara binatang apalagi burung.
Tampak tak ada yang ingin disembunyikan pemiliknya, padahal ia mengaku pedagang satwa yang dilindungi undang-undang. Senin siang ini (1/10), ketika reporter ET menyambanginya, seekor burung poksai (Garraulax palliatus) bertengger di dalam sangkar kayu di teras rumah. Di lantai, tertidur seekor musang pandan ekor putih (Paradoxurus hermaphroditus) dalam kandang besi.
Di pojok teras, di tiang jemuran dari kayu, seekor elang ular bido (Spilornis cheela) matanya memandang tajam dan penuh selidik. Kakinya dililit besi dan seutas tali tipis mengaitkannya dengan rangka jemuran. Dari kaki sampai jambul hitam di kepalanya, tingginya sekitar 30 centimeter, warna bulunya warna coklat dan hitam, dengan bintik-bintik putih, pada bulu kaki dan sayap. Paruhnya yang bengkok itu tampak kokoh dengan warnah kuning pada pangkalnya. Matanya tajam.Burung itu tampak sehat.
Elang ular bido dan musan pandan ekor putih, termasuk satwa-satwa yang dilindungi pemerintah dan tak boleh diperdagangkan, sesuai UU No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Fadli, sebut saja begitu, sang empunya rumah dan pemilik aneka satwa langka itu, kepada ET mengaku burung itu sudah dipeliharanya sebulan dan sengaja dibiarkannya di dalam rumah, agar tak bisa terbang jauh-jauh. “Burungnya jinak, jadi tidak pernah terbang jauh,” kata mahasiwa sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta ini.
Tanpa terlalu banyak basa-basi, ia menawarkan burung itu Rp650 ribu. “Elang ini dari teman yang punya usaha jual beli hewan langka,” ujarnya. Ia mengaku, temannya punya banyak koleksi binatang langka dari burung hingga reptil, “Kalau mau pesan, tinggal calling saja,” ujarnya. Fadli pun bercerita, bila ia dan beberapa temannya beberapa kali berburu binatang-binatang langka itu sampai ke Cirebon dan Jogjakarta. “Jualnya dari mulut ke mulut antarteman, karena takut juga kalau ketahuan polisi,” katanya.
Menjual hewan langka bisa mendatangkan untung sampai 100% “Kemarin saya beli musang Rp300 ribu, jual bisa sampai Rp600ribu,” ucapnya.
Rupanya dagang dari mulut ke mulut tak cukup bagi Fadli cs, sehingga iapun mencoba gerai jual beli di internet yaituwww.tokobagus.com. Alasannya, karena gerai ini lebih gratis dan masih ramah kepada penjual satwa seperti dirinya. “Kalau jual hewan langka di Kaskus langsung dihapus sama adminnya,” ujarnya menyebut nama situs pertemanan, yang beberapa saat lalu sudah melarang jual beli hewan langka dan dilindungi.
Senin sore, ET mencoba menelusuri kembali para penjual di gerai internet dan berhasil menghubungi seorang pedagang burung langka dan kuskus di Jakarta. Budi, begitu ia ingin dipanggil, mendeskripsikan spesie kuskus yang dimilikinya, dan ET menduga dari warna bulu kuning tebal yang terdapat dalam foto di situs itu, kemungkinan adalah jenis kuskus beruang (Ailurops ursinus). Jenis ini dikategorikan rentan atau vulnerable, oleh organisasi konservasi dunia-IUCN.
Binatang bemuka bulat ini dijual dengan harga Rp 350 ribu, dan Budi mengaku mendapatkan juga dari seorang teman. Ia juga mempersilakan ET jika ingin datang ke rumahnya di daerah Ciledug, Tangerang. “Sampai sekarang masih aman-aman saja,” ucapnya enteng menanggapi penyitaan oleh petugas.
Salah satu satwa paling populer di gerai jual beli internet adalah burung elang, seperti elang ular bido milik Fadli. Penelusuran ET di situs www.tokobagus.com misalnya, dengan cepat menemukan para penjual satwa-satwa langka dan dilindungi seperti anke spesies burung, trenggiling, kuskus bahkan
kulit harimau sumatera (Panthera pardus).
Pembeli hanya perlu mengetik nama satwa di kotak pencarian, maka berjejerlah foto satwa sekaligus dengan daftar harganya terpajang di depan mata. Seorang penjual elang bido seharga Rp 1 juta, melalui pesan singkat di telepon genggam mengatakan, menangkap burung seperti elang bido harus pergi ke hutan, menangkap di sarangnya yang berada di pohon-pohon yang tinggi, karena itulah burung ini jarang di pasaran.
Harga seekor burung elang-alap (Accipiter trivirgatus) jauh lebih mahal, bisa mencapai Rp 4,5 juta. Burung jenis ini tinggal di hutan lebat dan biasa mencari makan di laut. Seorang penjual elang di Solo yang dihubungi via telepon genggamanya mengatakan, para pembeli biasanya memang takut memelihara burung langka karena takut disita. “Gak usah urus-urus perizinan untuk memelihara burung semacam ini, bisa-bisa kalo ngurus nanti burungnya diambil dan langsung disita,”ujarnya lewat pesan singkat. Elang ini, katanya, sudah dipeliharanya tujuh bulan.
Menurut penjual burung-burung langka ini, penyitaan yang sering dilakukan kepada para pemelihara burung langka hanya gertakan semata, “Itu cuma nakut-nakutin kok,”ujarnya, “Banyak teman saya yang menjual hewan-hewan semacam itu, saya saja dapat dari operan teman.”
Direktur Jenderal Pelestarian Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan Darori, kepada ET mengatakan pihaknya sedang bekerjasama dengan para aktivis konservasi satwa untuk menangkap para penjual satwa di internet ini. “Staf kami sudah mengindentifikasi para penjual dan lokasinya. Kami akan segera mengadakan operasi,” katanya. Soal gerai jual beli yang memajang jual beli itu, menurut Darori harus dikoordinasikan dengan kementeriant terkait seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika. Sayangnya permintaan untuk wawancara kepada gerai www.tokobagus.com belum ditanggapi. (IGG Maha Adi, Bellina Rosselini/ET/SIEJ).