
Ilustrasi macam tutul jawa. dok : Beritalingkungan.com.
JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM– Upaya pelestarian macan tutul jawa (Panthera pardus melas) memasuki babak baru dengan adanya laporan kemajuan dari Survei Nasional Macan Tutul Jawa atau Java-Wide Leopard Survey (JWLS).
Kegiatan ini, yang dimulai pada 27 Februari 2024, merupakan hasil kolaborasi antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Yayasan SINTAS Indonesia, serta PT Djarum.
Menggunakan teknologi kamera pengintai (camera trap) dan analisis genetika dari sampel kotoran, survei ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran lebih jelas mengenai populasi dan habitat macan tutul jawa yang tersebar di berbagai kawasan di Pulau Jawa.
Langkah ini menjadi krusial, mengingat macan tutul jawa merupakan satwa langka prioritas nasional yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Satwa ini juga terdaftar sebagai Endangered dalam daftar merah IUCN serta masuk dalam Apendiks I CITES, yang berarti dilarang untuk diperdagangkan secara internasional.
Saat ini, macan tutul jawa diperkirakan hanya berjumlah sekitar 350 individu dewasa dan hidup di 29 petak habitat yang sebagian besar merupakan taman nasional. Namun, ancaman terbesar yang dihadapi adalah fragmentasi habitat yang semakin memperkecil ruang gerak dan kelangsungan hidup spesies ini.
Hasil Survei dan Temuan Menarik
Tim JWLS yang terdiri dari petugas Unit Pelaksana Teknis KLHK dan para penggiat lingkungan telah menyelesaikan survei di 7 dari 21 bentang alam target, dengan 3 bentang alam lainnya masih dalam proses pemasangan kamera pengintai. Dari survei yang telah dilakukan, macan tutul jawa terdeteksi di enam bentang alam, yaitu Rawa Danau, Burangrang, Ciremai, Panusupan, Sindoro–Dieng, dan Bromo Tengger Semeru. Namun, keberadaannya belum terkonfirmasi di kawasan Merapi Merbabu.
Dari rekaman kamera, tim JWLS berhasil mengidentifikasi 34 individu macan tutul jawa, terdiri dari 11 jantan dan 23 betina. Menariknya, 12 di antaranya merupakan macan kumbang, varian hitam dari macan tutul jawa.
Sementara itu, analisis genetika yang dilakukan di Laboratorium Analisis Genetik Satwa Liar Universitas Gadjah Mada (UGM) telah mengidentifikasi 70 sampel kotoran macan tutul jawa, dengan rincian 37 jantan dan 18 betina. Sisanya, sebanyak 15 sampel, masih dalam proses penelitian lebih lanjut.
Kolaborasi untuk Masa Depan Macan Tutul Jawa
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK, Prof. Satyawan Pudyatmoko, menegaskan bahwa JWLS adalah bukti nyata kolaborasi berbagai pihak dalam menjaga kelangsungan hidup macan tutul jawa.
“Survei ini merupakan bentuk nyata kolaborasi sumber daya nasional yang dilaksanakan oleh pemerintah dengan dukungan mitra kerja di tingkat tapak,” ujarnya Satyawan di Jakarta pada 18 Februari 2025.
Satyawan juga menyampaikan apresiasi kepada berbagai pihak yang mendukung JWLS, termasuk Yayasan SINTAS Indonesia, Universitas Gadjah Mada, PT Djarum, PT Indopoly, PT Sinar Sosro Gunung Slamat, PT Sarana Berkat Sejahtera, PT Profesional Telekomunikasi Indonesia, PT Bank Central Asia, PT Star Energy Geothermal (Barito Group), LSM lokal, pemerintah daerah, Perhutani, serta berbagai lembaga lainnya.
Dengan rencana survei yang masih berlangsung hingga awal 2026, diharapkan hasil akhir JWLS dapat memberikan data akurat mengenai populasi macan tutul jawa, serta menjadi landasan untuk kebijakan konservasi yang lebih efektif.
Keberhasilan survei ini tidak hanya penting bagi kelangsungan hidup macan tutul jawa, tetapi juga bagi ekosistem Jawa secara keseluruhan (Marwan Aziz).