Ketgam : Orangutan di kebun binatang di Kuala Lumpur, Malaysia. Kelompok satwa liar telah meminta pemerintah untuk mempertimbangkan cara lain untuk menunjukkan komitmennya dalam melindungi spesies tersebut. Foto: Reuters.
KUALA LUMPUR, BERITALINGKUNGAN.COM– Negara tetangga Indonesia, Malaysia berencana memberikan orangutan sebagai hadiah kepada negara-negara yang membeli minyak sawit mereka, sebagai bagian dari strategi “diplomasi orangutan” untuk meredakan kekhawatiran atas dampak lingkungan dari komoditas tersebut.
Permintaan global terhadap minyak sawit telah disalahkan karena mendorong deforestasi di Malaysia dan Indonesia.
Menteri perkebunan dan komoditas Malaysia, Johari Abdul Ghani, mengatakan di media sosial bahwa negaranya tidak bisa “mengambil pendekatan defensif terhadap isu minyak sawit”.
“Sebaliknya, kita perlu menunjukkan kepada negara-negara di dunia bahwa Malaysia adalah produsen kelapa sawit yang berkelanjutan dan berkomitmen untuk melindungi hutan dan keberlanjutan lingkungan.”ujarnya seperti dikutip Beritalingkungan.com dari Theguardian.com (10/05/2025).
Menurutnya memberikan orangutan kepada mitra dagang seperti UE, China, dan India akan membuktikan kepada komunitas global bahwa Malaysia berkomitmen untuk konservasi keanekaragaman hayati. Ia menyamakan strategi tersebut dengan “diplomasi panda” China.
Dia juga mendorong perusahaan minyak sawit untuk bekerja sama dengan LSM untuk membantu mempertahankan dan memberikan keahlian teknis tentang satwa liar di Malaysia.
Malaysia menghadapi tekanan dari UE, yang tahun lalu menyetujui larangan impor atas komoditas yang terkait dengan deforestasi. Malaysia mengkritik hukum tersebut sebagai diskriminatif.
Orangutan Kalimantan, yang endemik di pulau Kalimantan, terdaftar sebagai satwa kritis terancam punah oleh Union for Conservation of Nature. Diperkirakan 100 tahun yang lalu ada lebih dari 230.000 orangutan secara total, tetapi populasi orangutan Kalimantan diperkirakan kini hanya tersisa sekitar 104.700, sementara orangutan Sumatra, yang ditemukan di bagian utara pulau Sumatera, Indonesia menurut kelompok konservasi WWF, diperkirakan memiliki populasi sekitar 7.500.
Organisasi satwa liar telah mendesak pemerintah Malaysia untuk mempertimbangkan cara lain untuk menunjukkan komitmennya dalam melindungi spesies tersebut.
Kelompok lingkungan Justice for Wildlife Malaysia mengatakan meskipun memahami bahwa diplomasi orangutan adalah salah satu dari banyak pilihan untuk mengatasi masalah ini, penting juga untuk mengambil langkah-langkah diplomatik alternatif untuk meningkatkan hubungan antara UE dan Malaysia.
Menurut Justice for Wildlife Malaysia, ide diplomasi orangutan akan memerlukan penelitian ilmiah dan hukum yang ekstensif, kata kelompok penelitian nirlaba.
“Melindungi hutan, yang merupakan habitat alami orangutan, adalah langkah paling penting yang harus diambil. Dana yang akan dihabiskan untuk diplomasi orangutan seharusnya dialihkan untuk upaya konservasi in situ bagi primata ini dan pelestarian rumah hutan mereka.”ujarnya.
Penasihat ilmiah Malaysian Primatological Society, Dr. Felicity Oram, menyambut baik komitmen pemerintah untuk mendukung koeksistensi dengan satwa liar Malaysia.
“Model ‘diplomasi panda’ telah berhasil mempromosikan dan mendanai konservasi satu spesies ikonik, Malaysia memiliki potensi untuk bekerja sama dengan cara kami sendiri untuk memfasilitasi konservasi satwa liar melalui pelestarian habitat, rehabilitasi habitat, dan koeksistensi dengan satwa liar di tempat mereka masih bertahan hidup di alam liar, yang potensialnya dapat memiliki dampak yang jauh lebih besar dan menjadi contoh bagi orang lain di tempat lain untuk memupuk manajemen konservasi holistik di tempat yang asli.”tuturnya.
Beijing telah lama menggunakan diplomasi panda sebagai bentuk kekuatan lunak, dan biasanya meminjamkan hewan-hewan tersebut ke kebun binatang asing, biasanya dengan biaya $1 juta (sekitar Rp 14 miliar) setahun untuk sepasang, dengan uang ini digunakan untuk konservasi. Panda dan keturunannya kemudian dikembalikan ke China untuk melanjutkan perkawinan.
Lalu bagaimana dengan Pemerintah Indonesia? akankah Indonesia akan meniru startegi diplomasi panda China, atau strategi diplomasi orangutan Malaysia? Kita tunggu gebrakan pemerintah Indonesia (Marwan Aziz)