Seekor induk anjing laut dan anak anjingnya sedang beristirahat di atas gumpalan es yang terapung di Laut Bering. Foto : NOAA
ARCTIC, BERITALINGKUNGAN.COM – Perubahan iklim yang terus terjadi membawa dampak signifikan pada ekosistem Kutub Utara ( Arctic). Laporan Arctic Report Card 2024 yang dirilis oleh National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) dan melibatkan ilmuwan dari Universitas Alaska Fairbanks (UAF) mengungkapkan ancaman serius terhadap populasi karibu, pelepasan karbon, dan banyak aspek ekosistem lainnya.
Tahun 2024 diperkirakan menjadi tahun terpanas di dunia, dengan Kutub Utara mengalami pemanasan 11 tahun berturut-turut melebihi rata-rata global. Meskipun suhu Alaska belum mencapai rekor baru, tahun ini masuk dalam daftar 10 tahun terpanas di negara bagian tersebut.
Kutub Utara adalah titik paling utara dari bola bumi, merupakan satu-satunya titik yang dilalui oleh garis khayal 90 derajat Lintang Utara. Kutub Utara juga meliputi Greenland, Kepulauan Svalbard milik Norwegia, negara Islandia, dan juga pulau Novaya Zemlya yang merupakan bagian dari Rusia. Kutub Utara dihuni oleh hewan-hewan yang dengan habitat cuaca dingin, seperti beruang kutub, serigala kutub, rubah kutub, anjing laut, dan masih banyak lainnya.
Karbon dan Ancaman Kebakaran Hutan
Salah satu temuan yang paling memprihatinkan adalah pergeseran Kutub Utara dari penyerap karbon (carbon sink) menjadi sumber karbon (carbon source). Permafrost yang mencair dengan cepat akibat kebakaran besar di Kanada dan Siberia mempercepat pelepasan karbon organik yang telah terkubur selama ribuan tahun.
“Jika tahun depan terjadi kebakaran besar, Alaska bisa menjadi penyumbang karbon utama,” kata Rick Thoman, spesialis iklim UAF dan editor laporan tersebut seperti dikutip Beritalingkungan.com dari laman uaf.edu (11/12/2024). Kondisi ini menambah tantangan global dalam upaya menekan emisi dan membatasi pemanasan.
Populasi Karibu Menurun Drastis
Caribou (Karibu) atau Rusa Kutub Utara merumput di Suaka Margasatwa Nasional Arktik. Foto : Alexis Bonogofsky/Dinas Perikanan dan Margasatwa AS.
Populasi karibu, salah satu spesies ikonik di Kutub Utara, mengalami penurunan hingga 65% selama beberapa dekade terakhir. Pemanasan musim panas dan gugur, perubahan salju di musim dingin, serta aktivitas manusia menjadi penyebab utama penurunan populasi ini.
Laporan tersebut menyoroti kawanan karibu migrasi yang berada di atas Lingkar Arktik, termasuk kawanan Teshekpuk Lake, Central Arctic, Porcupine, dan Western Arctic di Alaska. Sementara kawanan kecil seperti Teshekpuk Lake menunjukkan tanda-tanda pemulihan, kawanan besar seperti Western Arctic masih mengalami penurunan atau stabil.
Anjing Laut Arktik Tetap Sehat
Berbeda dengan karibu, empat spesies anjing laut es — cincin, berjenggot, totol, dan pita — menunjukkan kondisi tubuh, tingkat kematangan, dan kelangsungan hidup anak yang stabil, meskipun habitat es laut mereka terus menyusut. Pemantauan jangka panjang sejak 1960-an menunjukkan bahwa anjing laut ini sejauh ini tetap tangguh terhadap perubahan lingkungan.
Hujan Lebat dan Vegetasi Hijau di Alaska
Sementara banyak wilayah Kutub Utara mengalami kekeringan, Alaska menjadi salah satu wilayah dengan cuaca paling basah sepanjang sejarahnya. Cuaca ini menyebabkan vegetasi di wilayah barat Alaska lebih hijau, membalikkan tren pengeringan (browning) selama lima tahun terakhir.
“Dampak hujan yang tinggi tampaknya memberikan manfaat pada tumbuhan semak di wilayah pesisir barat,” jelas Thoman.
Kesimpulan dan Peran Ilmuwan
Laporan Arctic Report Card 2024 menegaskan bahwa perubahan iklim memiliki dampak yang kompleks, memengaruhi tidak hanya ekosistem tetapi juga masyarakat yang bergantung padanya. Para ilmuwan UAF, termasuk Rick Thoman, Tom Ballinger, dan Raphaela Stimmelmayr, telah berkontribusi signifikan dalam penelitian ini, memberikan wawasan penting tentang tantangan yang dihadapi Kutub Utara.
Dengan perubahan yang terus berlangsung, masa depan Kutub Utara tetap menjadi perhatian utama, menuntut tindakan global untuk mengurangi dampak perubahan iklim (Marwan Aziz)