JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM – Pekan Diplomasi Iklim 2021 hari ketiga ditutup dengan webinar “Dialog Konservasi Keanekaragaman Hayati”. Dalam pembukaan, Henriette Faergemann, First Counsellor-Environment, Climate Action, ICT-EU Delegation Indonesia mengatakan, sesi ke-8 ini bertujuan untuk menjangkau khalayak yang lebih luas soal keanekaragaman hayati.
“Sainsnya sudah nampak, saat ini kita sedang menimbulkan tekanan yang sangat besar, pemanasan global pada 2030-2052 naik 1,5 derajat celsius, penurunan kualitas alam ini sayang sekali diakibatkan oleh perilaku manusia dalam hal konsumsi dan produksi,” kata dia.
Kegiatan ekstraksi bumi juga telah mengubah kondisi alam dalam tingkatan yang begitu besar sehingga menghadirkan krisis. Salah satu cara mengatasinya adalah melalui konservasi keanekaragaman hayati. “Konservasi keanekaragaman hayati sangat penting, karenanya Uni Eropa telah menetapkan keanekaragaman hayati sebagai pusat kebijakannya, dan telah mengadopsi strategi keanekaragaman hayati untuk 2030,” ujarnya lagi.
Pembicara pertama, Francesco Ricciardi, Environment Specialist, Asian Development Bank (ADB) membahas, hubungan konservasi keanekaragaman hayati terhadap pengurangan risiko pandemi di masa depan.
Menurut dia, ada studi area dengan potensi pertanian yang tinggi akan kontradiksi dengan kenaekaragaman hayati yang tinggi. Saat ini kita telah kehilangan 3000 ribu kilometer persegi akibat pembukaan lahan.
“Pada 2050 mendatang akan ada 2 juta km jalan yang akan dibangun di kawasan dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Di satu sisi akan meningkatkan produksi pertanian dan ternak, tapi di satu sisi akan banyak manusia untuk masuk hutan dan berburu hewan dan merusak keanekaragaman hayati suatu wilayah.”
Sementara itu, Marcel Silvius, Global Green Growth Institute (GGGI) menyatakan gambut tersebar di setiap negara, namun di Asia Tenggara luas gambut menjadi yang tertinggi, yang tersebar di Indonesia, Malaysia serta negara lain di Asia Tenggara.
“Brunei yang merupakan negara kecil tapi memiliki kawasan hutan gambut primer paling utuh dan besar. Bila negara tetangganya terdampak penebangan liar, penyedotan air, dan lain sebagainya, Brunei tidak demikian, kawasan gambut di negara ini paling besar dan sangat utuh,” paparnya.
Menurut dia, di Indonesia kawasan hutan gambut banyak yang terkena dampak penebangan hutan illegal di masa lalu. Gambut di Asia Tenggara berbentuk hutan, dan rawa-rawa yang tingganya bisa mencapai 50 meter.
“Gambut sangat kaya kandungan karbon, kalau kita kehilangan 15 meter saja lahan gambut berarti kita telah kehilangan satu hutan hujan tropis untuk menyimpan karbon, ini menunjukan besarnya manfaat gambut untuk menyimpan karbon walau dengan luas yang tidak seberapa,” jelasnya.
Gambut juga menjadi tempat hadirnya keanekaragaman hayati, seperti menjadi burung seperti burung langka, orangutan dan lain sebagainya. “Sementara di sektor ekonomi dengan adanya lahan gambut akan menghadirkan ekonomi buat masyarakat dengan memanfaatkan lahan untuk pertanian,” ujar Silvius.
Webinar mengenai konservasi keanekaragaman hayati ini ditutup oleh paparan dari Dr. Mark Harrison, Exeter University UK. Dalam paparannya dia membahas mengenai keanekaragaman hayati lahan gambut tropis dan masyarakat lokal.
“Kawasan gambut tersebar di Indonesia utamanya di Papua, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, dan pesisir timur Sumatera, ada lahan gambut yang cukup luas di sana. Sementara itu, keanekaragaman hayati di lahan gambut merupakan keanekaragaman hayati yang tinggi,” jelasnya.
Selain itu, berdasarkan studi yang dilakukan masyarakat yang tinggal di hutan gambut di kawasan Sebangau lebih mementingkan ikan ketimbang hewan lainnya, pasalnya ikan menjadi aqua kultur untuk masyarakat nelayan itu.
“Konsumsi ikan di kawasan tersebut sangat tinggi, ikan menjadi sumber protein utama dan sumber pendapatan utama keluarga di area tersebut,” tandasnya.
Sebagai informasi, Pekan Diplomasi Iklim 2021 mengangkat lima bidang tematik, yang semuanya relevan dengan tema besar ‘Ambisi dan Aksi’. Ke-5 sub-tema tersebut adalah: Meningkatkan Ambisi Iklim, Transformasi Ekonomi, Pelestarian Ekosistem, Mengajak Keterlibatan Semua Pihak, Sarana untuk Mencapai Ambisi.
Pekan Diplomasi Iklim 2021 akan menghadirkan 40 pembicara dalam 15 sesi seperti webinar, sesi bincang, dialog; dan sejumlah kegiatan lainnya termasuk aksi tanam pohon bakau di pantai Jakarta. (Jekson Simanjuntak)