Aksi aktivis Greenpeace. Foto : Greenpeace. |
ROKAN HILIR, BL-Greenpeace melakukan aksi dengan meletakkan kemasan wadah raksasa Kentucky Fried Chicken (KFC) yang bertuliskan “KFC Terlibat Perusakan Hutan” tepat di tengah kawasan bergambut yang baru saja dihancurkan di hutan gambut Senepis.
Dalam aksinya (30/5), aktivis lingkungan yang tergabung dalam Greenpeace meminta KFC dan perusahaan lainnya untuk berhenti menggunakan produk APP. Aksi ini dilakukan pada kawasan hutan alam gambut yang baru dibabat oleh PT RUJ salah satu perusahaan pemasok APP, yang merupakan kawasan kaya karbon, habitat ramin dan harimau Sumatera.
Pada 2007, Kementerian Kehutanan Indonesia mengeluarkan izin prinsip untuk menjadikan Senepis sebagai hutan konservasi harimau Sumatra. Namun wilayah itu telah diubah fungsi menjadi kebun akasia oleh dua perusahaan pensuplai APP (PT RUJ – Ruas Utama Jaya dan PT SGP – Suntara Gaja Pati).
Laporan terbaru Greenpeace berjudul How KFC Junking the Jungle mengungkapkan adanya keterlibatan sejumlah perusahaan makanan cepat saji seperti KFC dalam deforestasi di Indonesia.
Uji forensik pada kemasan KFC di Cina, Inggris dan Indonesia membuktikan adanya kandungan serat kayu dari hutan alam Indonesia. Kemasan sekali pakai yang kemudian dibuang menjadi sampah itu sangat tidak setara dengan kepunahan satwa langka dilindungi seperti harimau Sumatra, dan habitat ramin serta pengeringan lahan gambut.
Rusmadya Maharuddin, Jurukampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara mengatakan, Greenpeace membuktikan bahwa APP terus menghancurkan hutan hujan dan gambut. Perusahaan makanan cepat saji seperti KFC dan induk perusahaannya Yum! ikut bertanggung jawab atas perilaku APP yang merusak hutan Indonesia. “Satu-satunya tindakan bagi KFC untuk mendapat kembali hati konsumennya adalah dengan memutuskan kontrak dengan APP sampai mereka benar-benar berhenti merusak hutan dan mengeluarkan kebijakan nol deforestasi di setiap mata rantai pemasoknya,” ujar
KFC dan Yum! Lanjut Rusmadya, seharusnya bisa menjadi pemimpin di sektor makanan cepat saji dalam mengatasi deforestasi dengan mengikuti lebih dari 60 perusahaan yang sudah terlebih dahulu mengumumkan kebijakan nol deforestasi seperti Nestle, Unilever, Carrefour, Mattel, Adidas dan sebagainya.
“Bagi Indonesia, perusahaan seperti APP hanya akan mempermalukan komitmen Presiden SBY untuk pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 41 % pada tahun 2020. Pemerintah harus bertindak segera menghentikan APP menghancurkan komitmen pemerintah, dan menempatkan rakyat Indonesia dalam bahaya perubahan iklim karena minggu lalu APP baru saja memberikan konfirmasi bahwa mereka tetap akan menghancurkan hutan alam hingga 2015,”tandasnya.
Sementara APP dalam siaran persnya pekan lalu membantah laporan Greenpeace, pihak APP menyatakan bahwa kehadiran kayu keras tropis campuran (mixed tropical hardwood fiber/MTH) di produk mereka bukan berasal dari hutan alam primer di Indonesia. Namun APP tak bisa menjelaskan secara detail dari mana kayu keras tropis campuran itu berasal, apakah diperoleh dari sumber legal atau tidak? (Marwan Azis)