Aksi damai penolakan proyek pengembangan geothermal ke wilayah Poco Leok, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT), di depan Kantor PLN beberapa waktu lalu. Foto: Jatam.
MANGGARAI, BERITALINGKUNGAN.COM– Poco Leok, Nusa Tenggara Timur kembali menjadi pusat konflik pada Rabu, 2 Oktober 2024.
Dalam upaya mempercepat proyek Geothermal PLTP Ulumbu, PLN dan Pemerintah Kabupaten Manggarai melakukan pengukuran lahan warga dan identifikasi lokasi pembangunan Access Road Wellpad D dan Wellpad I. Namun, aksi ini mendapat penolakan keras dari warga setempat yang merasa ruang hidup mereka terancam.
Alfarhat Kasman – Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menyampaikan keadaan semakin tegang ketika aparat keamanan gabungan dari Kepolisian, TNI, dan Satpol PP dikerahkan untuk mengamankan proses tersebut.
“Penggunaan kekuatan yang dianggap berlebihan memicu aksi kekerasan terhadap warga dan jurnalis yang meliput, menyebabkan puluhan orang terluka, beberapa di antaranya mengalami luka serius dan tak sadarkan diri. Tidak hanya itu, tiga warga dan satu jurnalis juga ditangkap secara paksa,”ujar Alfarhat dalam keterangan persnya di Jakarta (04/10/2024).
Penolakan Konsisten atas Proyek PLTP Ulumbu
Dalam catatan WALHI, proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulumbu di Poco Leok telah lama menuai penolakan warga. Warga khawatir akan hilangnya lahan dan mata air yang menjadi tumpuan kehidupan mereka.
Selain itu, ancaman kebocoran gas H2S yang mematikan, seperti yang terjadi di Sorik Marapi, Sumatera Utara, serta insiden lumpur panas di Mataloko yang merusak sawah dan sumber air, memperkuat kekhawatiran warga Poco Leok.
“Penolakan warga ini sudah terjadi berulang kali. Hingga saat ini, tercatat telah terjadi 26 aksi penghadangan oleh masyarakat adat dari sepuluh komunitas adat, namun setiap aksi selalu dibalas dengan kekerasan aparat,” kata Rere Christanto dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI).
Tindakan Brutal untuk Memuluskan Investasi
PLN terus memaksakan proyek ini dengan sokongan dari dana utang sebesar 150 juta Euro dari Bank Pembangunan Jerman (KfW). Proyek ini tak lepas dari dukungan politis, di mana pada forum Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) 2024, Presiden Jokowi menginstruksikan percepatan izin operasi geothermal.
Sayangnya, perintah tersebut diikuti dengan tindakan brutal aparat di lapangan. Kekerasan yang dialami warga Poco Leok menunjukkan semakin kuatnya kepentingan investasi dibandingkan perlindungan hak atas ruang hidup yang sehat.
Koalisi Advokasi Poco Leok Serukan Tindakan Nyata
Koalisi Advokasi Poco Leok mendesak pemerintah untuk segera mencabut proyek geothermal dari daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) dan menarik mundur seluruh aparat keamanan dari Poco Leok.
Mereka juga menyerukan agar Polda NTT segera membebaskan warga dan jurnalis yang ditangkap, serta menghukum aparat yang melakukan tindak kekerasan.
Selain itu, Koalisi mendesak Bank Pembangunan Jerman untuk mengevaluasi pendanaan proyek ini karena membawa dampak negatif bagi warga.
Dengan perlawanan yang semakin kuat dan tindakan represif yang terus terjadi, Poco Leok menjadi simbol perjuangan melawan proyek yang mengancam kelestarian lingkungan dan hak-hak masyarakat setempat (Marwan Aziz)