![]() |
Ilustasi illegal logging di Riau. Foto : worldwildlife.org |
Dalam dongeng, butuh waktu lama bagi sang tokoh untuk menjadi pemenang. Tetapi di dunia nyata, juragan kayu illegal tidak perlu bersusah-susah dahulu untuk menang dalam cerita misteri yang mereka ciptakan.
Di negeri ini, misteri “kayu tak bertuan” adalah sesuatu yang ajaib, lebih ajaib dari dongeng. Permintaan pasar yang terus meningkat terhadap kayu hutan telah dimanfaatkan oleh mereka yang memiliki modal untuk menyuap beberapa penegak hukum, membayar upah untuk beberapa orang penebang yang bersedia bekerjasama mencuri kayu di hutan lindung.
Para juragan itu mendapat uang dari penjualan kayu yang disetor ke panglong kayu. Skenario telah dibuat jika terdapat razia dan monitoring dari pihak berwajib. “Tahu sama tahu lah…” Ciptakan kedekatan hubungan antara juragan dengan masyarakat setempat, saling menutupi satu sama lain. Semuanya beres, semua bisa diatur.
Para polisi nakal sesungguhnya mengetahui modus pencurian kayu semacam ini, tetapi para penegak hukum itu juga tahu bagaimana cara mencari uang lebih dari suap yang mereka terima. Demikian juga beberapa orang dari masyarakat setempat yang bersedia mejadi kambing hitam, mereka mengetahui kalau polisi nakal adalah pagar makan tanaman. Bagi juragan kayu itu, bukan karena ia penulis skenario yang pandai menyusun kata-kata. Tetapi karena ia hidup di negeri penuh suap, kotor dan bau korupsi.
Di negeri ini, seorang yang kaya raya bisa punya pengaruh besar, di telunjuk tangan kirinya sekali pun – penguasa ciut nyalinya dan semua barisan kambing hitam mendengar dan patuh. Dan bagi siapa saja yang tidak mengangkat tangan tanda setuju, uang bisa menyebabkan pahlawan kesiangan, orang yang mengkritik dan berpendapat berbeda mendarat di “dunia lain”.
Kita pun takjub dengan lahirnya drama sunyi dan memberinya judul yang kemudian diyakini oleh banyak orang sebagai misteri “kayu tak bertuan”. (Afrizal Akmal)