Taman Wisata Alam (TWA) Menipo mempunyai hutan mangrove dan garis pantai yang panjang dan cantik, yang bisa kita nikmati keindahannya setiap saat. Foto : KLHK.
BALI, BERITALINGKUNGAN.COM – Taman Wisata Alam (TWA) Menipo, yang terletak di Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur, telah resmi dinobatkan sebagai Situs Ramsar oleh Sekretariat Konvensi Ramsar.
Penyerahan sertifikat pengakuan ini dilakukan oleh Sekretaris Jenderal Konvensi Ramsar, Musonda Mumba, kepada Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Alue Dohong, pada Bilateral Meeting antara KLHK dan Sekretariat Konvensi Ramsar dalam rangkaian World Water Forum ke-10 di Bali pada 22 Mei 2024. Dengan penobatan ini, TWA Menipo menjadi Situs Ramsar ke-8 di Indonesia.
Penetapan TWA Menipo sebagai Situs Ramsar dilakukan setelah kawasan ini memenuhi semua kriteria internasional pada 22 April 2024.
Satyawan Pudyatmoko, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) yang juga merupakan Administrative Authority Konvensi Ramsar di Indonesia, menyatakan bahwa TWA Menipo adalah kawasan pelestarian alam yang dikelola oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Nusa Tenggara Timur (BBKSDA NTT).
“Pengakuan internasional terhadap lahan basah di kawasan konservasi sebagai Situs Ramsar sangat penting,” ungkap Satyawan.
Menurutnya, pengakuan ini akan membantu membangun jaringan lebih luas dengan negara-negara anggota Konvensi Ramsar, menjamin perlindungan satwa migran, serta mendorong pemanfaatan lahan basah secara berkelanjutan dan kepatuhan terhadap kebijakan pengelolaan lahan basah di tingkat lokal, nasional, dan internasional.
TWA Menipo (Situs No. 2543) memenuhi kriteria internasional dengan memiliki karakteristik lahan basah alami yang langka atau unik, mendukung spesies rentan, terancam punah atau kritis, serta mendukung populasi spesies tumbuhan dan satwa yang penting bagi keanekaragaman hayati. Kawasan ini juga menjadi tempat perlindungan bagi spesies dalam masa kritis siklus hidupnya atau dalam situasi yang buruk.
Situs Ramsar ke-8 di Indonesia ini memiliki keanekaragaman hayati tinggi, termasuk 30 jenis burung yang terdiri dari burung air dan burung terestrial. Beberapa burung yang dilindungi di antaranya burung kakatua putih kecil jambul kuning, burung madu matari, kuntul karang, kuntul putih, pecuk ular, dan raja udang erasia.
Selain itu, terdapat jenis endemik Timor seperti cikukua timor, timor friarbird, gelatik timor, timor sparrow, kancilan timor, dan fawn-breasted whistler, serta buaya dan penyu.
Masyarakat setempat menganggap kawasan ini suci dan memanfaatkannya secara berkelanjutan, seperti dengan menangkap kepiting dan kerang, serta menyewakan perahu kepada wisatawan dan peneliti.
Ammy Nurwati, Direktur Bina Pengelolaan dan Pemulihan Ekosistem (BPPE) sebagai National Focal Point Konvensi Ramsar, menjelaskan bahwa Situs Ramsar adalah kawasan lahan basah penting internasional di bawah Konvensi Ramsar, sebuah perjanjian lingkungan antar pemerintah yang didirikan pada tahun 1971 oleh UNESCO dan mulai berlaku pada tahun 1975.
Kriteria penetapan Situs Ramsar mencakup keterwakilan, kelangkaan, atau keunikan lahan basah; memiliki komunitas ekologis penting; dan merupakan habitat penting bagi berbagai satwa khas lahan basah.
Di Indonesia, beberapa Situs Ramsar lainnya termasuk Taman Nasional Berbak, Taman Nasional Tanjung Puting, Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, Taman Nasional Sembilang, Suaka Margasatwa Pulau Rambut, Taman Nasional Wasur, dan Taman Nasional Danau Sentarum.
Penetapan TWA Menipo sebagai Situs Ramsar membawa berbagai manfaat, seperti perencanaan dan pelaksanaan program perlindungan lahan basah yang komprehensif, monitoring habitat burung migran, dukungan program penelitian dan publikasi, promosi konservasi lahan basah dan burung air, sinergitas pengelolaan lahan basah di tingkat internasional, serta koordinasi dengan berbagai pihak baik nasional maupun internasional (Marwan Aziz)