Jika Tak Bertindak, Krisis Sampah Akan Jadi Warisan Kita!

Berita Lingkungan Environmental News Terkini

Ilustrasi krisis sampah. Dok : Beritalingkungan.com

JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM- Indonesia sedang berpacu dengan waktu. Dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengelolaan Sampah 2025, Kementerian Lingkungan Hidup dan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) menyerukan tindakan nyata untuk mencegah krisis sampah menjadi warisan buruk bagi generasi mendatang.

Rakornas tersebut bertempat di Jakarta International Convention Center (JICC) yang juga menjadi pameran lingkungan hidup. Rakornas ini dihadiri lebih dari 1.000 peserta lintas sektor—mulai dari 38 gubernur, 514 bupati dan wali kota, pejabat kementerian, pelaku industri, akademisi, hingga komunitas lingkungan.

“Rakornas ini bukan seremoni, tapi panggilan aksi. Jika kita tidak bertindak sekarang, yang kita wariskan hanyalah krisis ekologis yang lebih dalam,” tegas Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH, Hanif Faisol Nurofiq, membuka forum tersebut dengan nada serius (22/06/2025).

Fakta Sampah yang Tak Bisa Diabaikan

Menurut data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), Indonesia menghasilkan 56,63 juta ton sampah pada 2023, namun hanya 39,01% (22,09 juta ton) yang berhasil dikelola secara layak. Sisanya? Masih menumpuk di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) terbuka.

Dari 550 TPA aktif, sebanyak 343 unit masih menerapkan praktik open dumping, mencemari tanah, udara, dan air. Banyak yang sudah kelebihan kapasitas, menandakan bahwa darurat persampahan bukan lagi isu masa depan—tapi sudah di depan mata.

Khusus sampah plastik, jumlahnya mencapai 10,8 juta ton per tahun, namun tingkat daur ulang nasional baru di angka 22%. Artinya, sebagian besar plastik kita masih berakhir menjadi limbah yang tidak terkelola.

Adipura Baru, Sistem Lama Tak Lagi Cukup

KLH/BPLH meluncurkan konsep baru Adipura, yang kini menilai lebih dari sekadar kebersihan dan estetika kota. Penilaian diperluas ke aspek kelembagaan pengelolaan sampah, sistem pemilahan dari sumber, hingga kepatuhan terhadap larangan open dumping. Kota yang belum memenuhi standar baru ini otomatis tidak lagi layak menerima Adipura.

“Kita perlu pendekatan yang berani dan sistematis. Tidak bisa lagi kita puji kota yang hanya bersih di permukaan, tapi kirim sampahnya ke TPA terbuka,” ujar Hanif.

Ekonomi Sirkular Jadi Kunci

Rakornas juga membuka ruang kemitraan nyata melalui forum business matching yang mempertemukan pemerintah daerah dengan pelaku industri daur ulang: dari sektor semen (RDF), plastik daur ulang (ADUPI), kertas (APKI), hingga pelaku usaha magot untuk pengolahan sampah organik.

KLH/BPLH juga tengah menyusun revisi Peraturan Presiden No. 35 Tahun 2018 untuk mempercepat pembangunan Instalasi Pengolah Sampah menjadi Energi (PSEL), dengan dukungan APBN, percepatan perizinan, dan jaminan pembelian listrik hasil PSEL.

“Kami tidak hanya ingin perubahan perilaku, tapi juga reformasi kebijakan dan infrastruktur. Ini kerja bersama, bukan kerja kementerian saja,” tambah Deputi PSLB3 KLH/BPLH, Ade Palguna.

2029: Batas Waktu yang Tak Bisa Ditawar

Rakornas 2025 menjadi bagian penting dari peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia, sejalan dengan tema global “Ending Plastic Pollution”. Forum ini bukan hanya soal diskusi, tapi juga peluncuran kebijakan, pameran teknologi, dan penjajakan kerja sama lintas sektor.

“Tahun 2029 harus menjadi tonggak. Saat itu, pengelolaan sampah 100% harus tercapai. Tidak ada waktu lagi untuk menunda. Ini panggilan untuk seluruh elemen bangsa,” tegas Hanif menutup arahannya.

Jika kita tidak bertindak hari ini, maka yang kita wariskan bukanlah kemajuan—melainkan tumpukan krisis. Tapi dengan kolaborasi, visi Indonesia Bebas Sampah 2029 bukan mustahil untuk diwujudkan (Marwan Aziz).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *