14 Proyek besar energi kotor dan intensif karbon disorot dalam laporan berjudul “Point of No Return” dari mulai ekspansi batubara besar di Australia, Cina, Amerika Serikat dan Indonesia, hingga ke ekspansi pasir minyak di Kanada dan Rusia, dan produksi gas baru di Laut Kaspia dan Amerika Serikat.
“Perubahan iklim karena mega proyek baru, adalah akibat langsung dari kemunafikan yang ditunjukkan oleh segelintir pemerintah. Pemerintah mengklaim bahwa mereka ingin mencegah bencana perubahan iklim, namun hal yang memalukan adalah mereka malah terus menyetujui dan mempromosikan proyek bahan bakar fosil yang besar akan menyebabkan bencana iklim dan kehancuran, “ Kata Arif Fiyanto, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara melalui keterangan tertulisnya yang diterima Beritalingkungan.com
Analisisis dari konsultan Ecofys untuk laporan menunjukkan pada tahun 2020 ini 14 proyek tersebut akan meningkatkan emisi CO2 sebanyak enam gigaton per tahun. Badan Energi Internasional (IEA) mengatakan meskipun pemerintah berjanji untuk mengurangi emisi, emisi CO2 sudah pada rekor yang cukup tinggi 31,6 gigaton.
Analisa Ecofys menemukan bahwa emisi CO2 tahunan dari proyek-proyek ini akan lebih tinggi dari emisi total US dan akan menjebak kita pada bencana pemanasan global.
Bahkan World Economic Forum, dalam laporannya Global Risks 2013, untuk pertemuan tahun ini di Davos, memperingatkan bahwa kita berada di jalur untuk suhu global meningkat sebesar 3,6 sampai 40 C, mungkin sampai dengan 6 derajat. Peningkatan ini akan jauh di atas janji pemerintah untuk menjaga pemanasan global di bawah kenaikan 2 derajat.
Laporan ini menunjukkan kesempatan 75% untuk menghindari bencana iklim jika emisi mencapai puncaknya dengan segera dan kemudian turun sebesar 5% per tahun dan emisi dari 14 proyek yang dibatalkan. Laporan Energi Revolusi menunjukkan bahwa energi terbarukan dan penghematan energi dapat memberikan energi yang kita butuhkan.
“Kami kehabisan waktu untuk mencegah bencana perubahan iklim,” kata Kumi Naidoo, Direktur Eksekutif Greenpeace Internasional.
Menurut Kumi, perusahaan-perusahaan mempromosikan dan pemerintah mengijinkan ancaman iklim besar, hal ini harus segera diganti dengan energi terbarukan dan menjadi bagian dari solusi untuk bencana iklim. (Marwan Azis).